Sementara, almarhum kakeknya merupakan bupati di Jawa Tengah yang memiliki kemajuan berpikir.
"Bukankah ini suatu kelimpahan? Almarhum kakek saya, Pangeran Ario Tjondronegoro dari Demak yang sangat menyukai kemajuan, adalah bupati di Jawa Tengah pertama yang membuka pintunya untuk tamu dari seberang lautan, yaitu peradaban Barat. Semua putranya, yang mengenyam pendidikan Eropa, mewarisi cintanya akan kemajuan (berpikir) ayah mereka", tulis Kartini dalam surat.
Kepada Stella, Kartini lantas bercerita tentang kondisi perempuan di Hindia Belanda. Bahwa perempuan sulit lepas dari belenggu adat.
Kartini bahkan menganggap perempuan bagai hidup dalam bui.
Baca juga: Menjelang Hari Kartini, Berikut 3 Film tentang Kartini yang Wajib Anda Tonton
Sebagai seorang yang besar di lingkungan bangsawan, adat istiadat pun melekat erat pada diri Kartini.
Meski besar di keluarga berpendidikan sekalipun, Kartini mengungkap bahwa perempuan di kalangan bangsawan tetap sulit mendapatkan hak atas pendidikan tinggi.
Sebab, adat dan tradisi saat itu tak membolehkan perempuan yang sudah akil baligh untuk keluar rumah, termasuk ke sekolah.
Kartini pun merasa begitu terasingkan dan tak punya banyak pilihan untuk menentukan pilihan dalam hidupnya.
"Pada usia 12 tahun saya harus tinggal di dalam rumah. Saya harus masuk 'kotak'. Saya dikurung di dalam rumah, sama sekali terasing dari dunia luar. Saya tidak boleh kembali ke dunia itu selagi belum didampingi suami, seorang laki-laki yang asing sama sekali, yang dipilih orangtua kami untuk kami, tanpa sepengetahuan kami," tulis Kartini.
Baca juga: Sup Pangsit Jepara, Menu Fusion Tertua Kesukaan RA Kartini
Namun demikian, Kartini merasa lebih beruntung. Sebab, keluarganya cenderung lebih terbuka.
Hingga usia 16 tahun Kartini masih diizinkan menikmati kehidupan di luar rumah. Ia masih boleh menikmati usia lajangnya.
"Alhamdulillah.. Alhamdulillah saya boleh meninggalkan penjara saya. Sebagai orang bebas yang tidak terikat kepada seorang suami yang dipaksakan kepada saya..."
"Pertama kali dalam hidup kami, kami diperkenankan meninggalkan kota kediaman kami dan ikut pergi ke Ibu Kota untuk menghadiri semua perayaan yang diselenggarakan di sana sebagai penghormatan kepada Sri Ratu (Belanda)".
Dari surat-surat itu nampak bahwa Kartini begitu antusias terhadap dunia luar. Dari situlah semangat Kartini untuk memajukan perempuan Indonesia terus tumbuh.
Hingga kini nama Kartini masih harum dikenang sebagai pahlawan emansipasi perempuan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.