Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Perbedaan antara Gratifikasi dan Suap?

Kompas.com - 16/04/2021, 10:21 WIB
Irfan Kamil,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

Jika kepala kantor yang statusnya PNS didatangi oleh seorang calon pegawai yang memohon agar diterima dan menjanjikan akan memberi misalnya Rp 200 juta agar diterima.

Kemudian permintaan itu disetujui oleh kepala kantor tersebut, maka kegiatan itu masuk dalam tindakan suap.

“Dan pada saat dia diterima, dia datang, memberikan uang tersebut, itu namanya suap, karena apa? Karena ada kesepakatan,” ucap Eddy.

Dalam contoh kasus yang sama dapat disebut gratifikasi jika tidak ada pertemuan antara kepala kantor dengan calon pegawai.

Kemudian calon pegawai datang setelah diterima dan memberikan sejumlah uang sebagai tanda terima kasih.

“Ini kalau tanda terima namanya gratifikasi, jadi tidak ada kesepakatan sebelumnya, Itulah yang membedakan antara gratifikasi dan suap, sederhananya begitu,” tutur Eddy.

Baca juga: Apa Saja Kriteria Gratifikasi yang Tak Perlu Dilaporkan kepada KPK?

Secara terpisah, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, gratifikasi adalah pemberian kepada penyelenggara negara yang tidak berkaitan dengan jabatannya.

Ia menyebut, gratifikasi bisa menjadi suap apabila berkaitan dengan jabatan dan berlawanan kewajiban atau tugasnya.

"Karena itu tidak mungkin seseorang menerima sesuatu tidak berkaitan dengan jabatan," ucap Fickar kepada Kompas.com, Kamis (15/4/2021).

Fickar menambahkan, dalam UU Tipikor, jika nilai gratifikasi Rp 10 juta ke atas maka penerima harus membuktikan yang diterimanya bukanlah sebuah suap.

Baca juga: Mengenal Gratifikasi: Definisi, Dasar Hukum dan Tata Cara Pelaporannya

Akan tetapi, jika nilai gratifikasi kurang dari Rp 10 juta, maka yang membuktikan gratifikasi itu suap adalah penuntut umum di persidangan.

"Dari ketentuan tersebut bisa disimpulkan bahwa gratifikasi itu diasumsikan suap juga yang pembuktiannya tergantung pada besarnya," ucap Fickar.

Ancaman sanksi

Pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat diancam pidana jika terbukti menerima gratifikasi dan tidak melaporkannya ke KPK.

Pasal 12 B UU Tipikor menyatakan, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi dapat dihukum minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Baca juga: Agama Memandang Gratifikasi: Ancaman untuk Pemberi-Penerima, hingga Membutakan Orang Bijak

Pemidanaan berbagai bentuk pemberian tidak hanya dibebankan kepada penerima, tetapi juga pada pemberi.

Bagi pemberi, pemberian kepada pihak pegawai negeri dapat bertentangan Pasal 5 ayat (1) dan pasal 13 UU Tipikor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com