Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Isi PP Turunan UU Cipta Kerja, KSPI Minta Presiden Tunda Pemberlakuannya

Kompas.com - 25/02/2021, 15:16 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak seluruh isi Peraturan Pemerintah (PP) aturan turunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terkait klaster ketenagakerjaan.

Untuk itu, Presiden KSPI Said Iqbal meminta Presiden Joko Widodo menunda pemberlakuan 4 PP aturan turunan UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan yakni Nomor 34, 35, 36 dan 37.

"Kami meminta dengan segala hormat kepada Bapak Presiden Jokowi untuk mempostpone dulu lah pemberlakuan 4 PP ini. Ditunda dululah, apalagi dengan pandemi Covid-19," kata Said dalam konferensi pers, Kamis (25/2/2021).

Baca juga: KSPI Sayangkan Sikap Pemerintah Terbitkan PP Saat UU Cipta Kerja Masih Diuji di MK

Menurut Said, Presiden perlu menunda pemberlakuan ini karena PP tersebut sangat merugikan para buruh atau tenaga kerja.

Ia menemukan banyak masalah yang ada dalam PP Nomor 34 hingga 37. Pertama, soal PP 34 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).

Said menilai, TKA bisa bekerja di Indonesia hanya dengan memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk dan diajukan secara daring.

"TKA juga bisa masuk, tanpa mendapat pengesahan RPTKA, pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu," kata dia. 

Kedua, ia juga mempersoalkan PP Nomor 35 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja.

Menurut dia, kompensasi untuk PKWT yang diberhentikan sebelum berakhirnya masa kontrak lebih rendah dari UU Ketenagakerjaan.

"UU Ketenagakerjaan mewajibkan ganti rugi sebesar upah selama sisa kontrak yang belum dilanjutkan. Sementara di PP itu perusahaan diperbolehkan membayar pesangon sebesar setengah dari ketentuan yang telah ditetapkan. Jelas lebih rendah kompensasi yang akan didapat PKWT," uja Said.

Baca juga: Aturan Turunan UU Cipta Kerja Dinilai Bisa Batal Otomatis, jika...

Selain itu, ia juga menolak isi PP 36 tentang Pengupahan. Ia mempersoalkan adanya upah per jam yang tidak ada batasan, jenis industri yang boleh menerapkan.

Menurut dia, hal ini akan membuat semua industri akan menerapkan sistem upah per jam. Hal ini juga akan membuat buruh merugi.

Untuk PP 37 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), ia menyoroti adanya persoalan sumber pendanaan JKP berpotensi menyebabkan kenaikan iuran BPJS Ketenagakerjaan jika dana tidak mencukupi.

"Sumber pendanaan JKP sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) PP 37 merupakan rekomposisi dari iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, sehingga berpotensi menyebabkan kenaikan iuran BPJS Ketenagakerjaan jika dana tak cukup," kata dia.

Oleh karena itu, ia mendesak Presiden Jokowi untuk menunda pemberlakuan 4 PP tersebut karena dinilai sangat merugikan buruh.

Baca juga: UU Cipta Kerja Izinkan Alih Fungsi Lahan Sawah, Ini Kriterianya

Menurut Said, Presiden masih bisa menunda pemberlakuan PP tersebut meski sudah ditandatangani.

"Kalau sudah ditandatangi, tunda dulu sampai pandemi selesai dan menunggu hasil keputusan hakim, Mahkamah Konstitusi terhadap gugatan uji materi KSPI dan beberapa serikat buruh lainnya. Itu jauh lebih bijaksana," kata Said.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com