"Frasa 'kegiatan dan/atau operasi lainnya' semakin memperluas pelaksanaan fungsi, ini tanpa akuntabilitas yang jelas," kata dia.
Selain itu, Ikhsan menyebut Raperpres ini juga berpotensi terjadinya tumpang tindih dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
Sebab, Pasal 7 Raperpres tersebut menyebutkan, bahwa selain melakukan penangkalan, TNI juga melakukan pencegahan tindak pidana terorisme.
Padahal, kegiatan penangkalan merupakan bagian dari tugas BNPT sebagaimana Pasal 43 huruf (f) dan huruf (g) UU Nomor 5 Tahun 2018.
Untuk itu, kata Ikhsan, fungsi pencegahan sebaiknya dikerjakan badan negara yang mempunyai kompetensi, misalnya BNPT.
"Termasuk melakukan kerja-kerja rehabilitasi dan rekontruksi oleh Kementerian Agama, BPIP, Kementerian Pendidikan, dan lembaga lainnya," terang dia.
Baca juga: Kepala BPHN Minta Perpres Pelibatan TNI Atasi Terorisme Segera Dilahirkan
Sementara itu, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional ( Lemhannas) Letjen (Purn) Agus Widjojo menuturkan, ada peluang untuk TNI dapat terlibat dalam mengatasi aksi terorisme.
Menurutnya, peluang itu terbuka karena belum ada penjelasan eksplisit mengenai batasan peran TNI dan Polri dalam mengatasi aksi terorisme.
"Belum adanya batasan yang tegas dan eksplisit tentang peran TNI dan Polri dalam kontraterorisme memberi peluang menentukan ketegasan batas kewenangan. Jadi gini, harus perlu kita tegaskan, (batasan peran) itu belum ada," ujar Agus.
Selain itu, Agus menilai, peluang itu juga berangkat dari adanya pengertian bahwa terorisme mencakup aspek nasional dan internasional.
Adapun definisi terorisme sendiri adalah sebagai perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek vital strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Definisi terorisme tersebut berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU.
Baca juga: Raperpres Tugas TNI Atasi Terorisme Diminta Hargai Supremasi Sipil dan HAM
Merujuk pengertian itu, Agus menyebutkan, memberi pemahaman bahwa ancaman terorisme pada aspek nasional dan internasional tidak bisa dipisahkan.
"Ancaman terorisme tidak dapat dipisahkan secara mutlak dari dalam atau luar negeri," kata dia.
Namun demikian, Agus mengakui adanya kendala yang dapat menghambat TNI terlibat dalam kontraterorisme.
Misalnya, adanya kalangan yang masih terbelenggu dalam tatanan dwifungsi ABRI masa lalu.
"Setelah reformasi, masih terdapat kalangan TNI yang berasumsi bahwa Indonesia dengan doktrin TNI bersifat unik dan mempunyai peran tetap sebagai penjaga bangsa, serta menganggap tatanan dwifungsi masa lalu tetap berlaku," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.