Menanggapi hal itu, Kepala Pusat Penelitian (Puslit) Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto mengatakan, pentingnya para praktisi untuk terus mengedukasi masyarakat melalui komunikasi sains yang sederhana. Misalnya, mengaitkannya dengan budaya yang telah mengakar di masyarakat semata-mata agar tidak terjadi disinformasi.
“Cara ini dipakai agar informasinya lebih mudah diterima masyarakat,” tutur Eko.
Masyarakat di Indonesia, bagi Eko memang beragam. Ada hal-hal yang masih menjadi kepercayaan dan membudaya, seperti beberapa daerah yang masih mengkaitkan gempa besar dan tsunami dengan Poseidon dan Dewa yang ada di laut.
Baca juga: Lagu Pelangi sampai Legenda Nyi Roro Kidul demi Mitigasi Bencana
Pola komunikasi sains akan menjadi dasar sebagai penguat legenda yang beredar di masyakat. Dengan begitu, masyarakat akan memiliki pemahaman yang benar. Mereka juga akan merasa budaya yang dipercayainya memang punya bukti nyata.
“Contohnya, bencana tsunami yang digambarkan dalam serat Sri Nata dalam Babad Tanah Jawi,” sambungnya.
Eko menjelaskan, terjadinya gempa di pantai selatan Jawa telah digambarkan melalui syair sebuah tembang atau lagu dalam babad tersebut. Hal itu memang sudah dipercaya masyarakat juga.
“Toya minggah ngawiyat .Apan kadya amor mina toyanipun. Semana datan winarna Ratu kidul duk miyarsi. Artinya, air naik ke angkasa. Bahkan, seperti bercampur dengan ikan airnya. Pada saat itu tidak dikisahkan Ratu Kidul saat mendengarnya,” paparnya.
Menurut Eko, hal itu memang menggambarkan bahwa jalur subduksi Selatan Jawa dapat menghasilkan gempa tsunami raksasa. Dengan memberi pemahaman sains, maka masyarakat akan merekamnya dalam wujud warisan budaya benda dan tak benda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.