JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan mengungkapkan, ada belasan provinsi yang realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020 untuk penanganan Covid-19 masih rendah.
"Rinciannya, yang realisasinya masih rendah itu ada 16 provinsi," kata Misbah dalam diskusi virtual, Jumat (6/11/2020).
Adapun ke-16 provinsi tersebut di antaranya Aceh, Riau, Bangka Belitung, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat.
Baca juga: FITRA Temukan Potensi Korupsi Anggaran Penanganan Covid-19
Data tersebut diambil dari data Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri pada September 2020. Provinsi Aceh tercatat sebagai provinsi dengan realisasi penyerapan APBD untuk penanganan Covid-19 yaitu sebesar 6,65 persen.
Posisi berikutnya yaitu NTT dengan 11,73 persen dan DKI Jakarta dengan 13,69 persen.
Faktor yang meliputi realisasi APBD masih rendah
Menurut Misbah, ada sejumlah faktor yang mengakibatkan realisasi pendapatan dan belanja daerah di provinsi itu rendah.
Pertama, adanya adanya kekhawatiran pemda untuk mengeluarkan anggaran pada Mei dan Juni. Hal itu, menurutnya, disebabkan disharmoni regulasi antar-kementerian.
"Itu di awal-awal ya, meskipun saat ini saya pikir sudah mulai dilakukan koordinasi antar-kementerian dan seterusnya. Jadi sudah mulai ada keterpaduanlah regulasi yang dilakukan," terang Misbah.
Baca juga: Fitra: Defisit APBN 2020 Terkoreksi Semakin Dalam, Minus Rp 1.039 Triliun
Faktor kedua yaitu faktor politis. Ia menyebut bahwa dinamika politik kepala daerah dengan DPRD saling tarik-menarik.
"Karena kewenangan terbesar untuk penanganan Pemulihan Ekonomi Nasional ini kan ada di kepala daerah. Itu juga jadi problem," ujarnya.
Selanjutnya, masih digunakannya pola kerja dan mindset lama di dalam sistem birokrasi di lapangan, sehingga membuat realisasi penyerapan rendah.
Tiga permasalahan umum pendapatan daerah
Misbah menjelaskan, terdapat tiga permasalahan umum pendapatan daerah. Pertama, pungutan terhadap potensi pajak dan retribusi kurang optimal akibat dampak Covid-19.
Kedua, pemerintah daerah terlalu tinggi dalam menetapkan target pendapatan tanpa memperhatikan potensi yang dimiliki.
Baca juga: Rapat Anggaran di Puncak Bogor Dianggap Pemborosan, FITRA: DPRD dan Pemprov DKI Harus Diaudit
Ketiga, terjadinya pengurangan dana transfer dari pemerintah pusat akibat berkurangnya penerimaan negara sebagai dampak Covid-19.
Tiga permasalahan umum belanja daerah
Selain permasalahan umum pendapatan daerah, Misbah juga menjelaskan tiga permasalahan umum belanja daerah.
Pertama, ia berpendapat bahwa kepala daerah berhati-hati dalam melakukan belanja dengan memperhatikan cashflow pendapatan.
Kedua, kurangnya ketersediaan dana akibat pengurangan dana transfer yang berimbas pada pendanaan kegiatan yang bersumber dari dana transfer.
Ketiga, pemda cenderung melakukan lelang pada triwulan II dan pihak ketiga cenderung menarik dana pembayaran kegiatan pengadaan pada akhir tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.