Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Kejagung Ajukan Banding atas Putusan PTUN Jakarta soal Tragedi Semanggi

Kompas.com - 05/11/2020, 19:13 WIB
Devina Halim,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung Feri Wibisono menilai, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta atas gugatan terhadap Jaksa Agung tidak jelas.

Adapun PTUN Jakarta sebelumnya memutus pernyataan Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin terkait tragedi Semanggi I dan II sebagai perbuatan melawan hukum.

“Kami harus melakukan banding atas satu putusan yang tidak benar, yang tidak berdasarkan kepada hukum acara yang seharusnya,” kata Feri di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (5/11/2020).

Baca juga: Usai Putusan PTUN, Jaksa Agung Diminta Lebih Optimal Tuntaskan Pelanggaran HAM

Putusan ini dinilai tidak benar karena Kejagung mengklaim ada banyak kesalahan yang dilakukan majelis hakim PTUN Jakarta dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut.

Pertama, menurut dia, pernyataan Jaksa Agung yang menjadi obyek sengketa tidak termasuk perbuatan konkret penyelenggaraan negara.

Menurut dia, pernyataan Jaksa Agung bahwa tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat adalah penyampaian informasi.

Adapun pernyataan itu disampaikan Jaksa Agung saat rapat dengan Komisi III DPR pada Januari 2020.

Kemudian, kedua orangtua korban Tragedi Semanggi I dan II yang mengajukan gugatan dinilai tidak memiliki kepentingan dengan pernyataan Jaksa Agung.

“Para penggugat, orangtua korban itu memiliki kepentingan penanganan perkara, tetapi terkait dengan jawaban di DPR tadi yang bersangkutan tidak memiliki kepentingan,” tutur dia.

Baca juga: Anggota Komisi III: Harusnya Jaksa Agung Terima Putusan PTUN soal Tragedi Semanggi

Majelis hakim juga dinilai telah mengabaikan bukti video rekaman rapat kerja dengan Komisi III DPR.

Feri menyebut, dalam rekaman video itu, Jaksa Agung tidak menyampaikan kalimat:

“Seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya pengadilan ad hoc, berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden untuk menerbitkan Keppres Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 Ayat (2) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM”.

Padahal, kalimat tersebut masuk dalam obyek perkara.

Selain itu, hakim dinilai lalai karena tidak menjelaskan peraturan mana yang dilanggar oleh Jaksa Agung.

“Hakim memformulasikan berdasarkan keyakinannya saja, tanpa alat bukti yang memadai, dan lalai tidak melaksanakan kewajibannya membuat pertimbangan yang benar berkaitan perbuatan pelanggaran hukum mana yang dilanggar Jaksa Agung sehingga dikategorikan sebagai cacat substansi,” ujar dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com