JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memecat Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Barat.
Pemecatan ini berkaitan dengan persoalan verifikasi faktual dukungan bakal calon kepala daerah perseorangan atau independen Pilkada Sumbar 2020.
Keputusan pemecatan dibacakan dalam sidang kode etik DKPP yang digelar Rabu (4/11/2020).
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan ketua kepada Teradu II Amnasmen selaku Ketua merangkap Anggota KPU Provinsi Sumatera Barat," bunyi petikan Putusan DKPP yang diunduh dari situs resmi DKPP RI.
Baca juga: Banyak Pelanggaran Pemilu, DKPP: Karena Rumit dan Banyak Pemainnya
Tak hanya itu, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemecatan pada Komisioner KPU Sumbar yang juga Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan, Izwaryani.
Sanksi berupa peringatan juga dijatuhkan kepada tiga Komisioner KPU Sumbar yakni Yanuk Srimulyani, Gebril Daulai, dan Nova Indra.
Perkara ini bermula dari aduan bakal calon gubernur dan wakil gubernur perseorangan bernama Fakhrizal dan Genius Umar.
Bakal paslon ini menilai, proses verifikasi faktual dukungan calon kepala daerah perseorangan yang dilakukan KPU Sumbar tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan serta kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
Alasannya, KPU Sumbar menambahkan satu dokumen yang digunakan dalam verifikasi bakal calon perseorangan berupa formulir BA.5.1-KWK. Formulir ini digunakan oleh KPU kabupaten/kota dan KPU Sumbar untuk memastikan petugas benar-benar melakukan verifikasi faktual.
Baca juga: Ada Tiga Lembaga Penyelenggara, DKPP: Pemilu di Indonesia Kompleks
DKPP berpendapat, langkah KPU Sumbar menerbitkan formulir ini tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Namun, dari dimensi etis, terdapat permasalahan baik dari proses pembentukan dan penerapannya.
Dalam sidang pemeriksaan terungkap, formulir BA.5.1-KWK tidak dibahas secara komprehensif di rapat pleno KPU Sumbar.
Terungkap pula bahwa ternyata ada Komisioner KPU kabupaten/kota yang tidak sependapat dengan kebijakan formulir tambahan ini.
Baca juga: Ketua DKPP: Pilkada 9 Desember Bukan Harga Mati, Bisa Saja Ditunda...
Selain itu, formulir BA.5.1-KWK juga diketahui tidak disosialisasikan kepada masyarakat dan tim bakal paslon perseorangan sehingga pelaksanaan verifikasi faktual menimbulkan kegaduhan.
"Terungkap fakta dalam sidang pemeriksaan, meskipun keberadaan formulir a quo tidak memiliki implikasi hukum, namun secara psikologis membebani pendukung dan tim bapaslon perseorangan yang dapat mendistorsi partisipasi pemilih dalam lemilihan gubernur dan wakil gubernur Sumatera Barat Tahun 2020," bunyi petikan putusan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.