JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Edo Rakhman menyatakan enggan terlibat dalam pembahasan peraturan pemerintah (PP) sebagai turunan dari Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Meskipun diundang pemerintah, ia memastikan pihaknya tidak akan terlibat dalam pembahasan PP tersebut.
“Meski diundang, kami enggak bakal terlibat karena UU-nya kami tolak,” ujar Edo Rakhman saat dihubungi Kompas.com, Kamis (11/5/2020).
“Menghadiri pembahasan PP atau aturan turunannya, sama berarti kami mendukung UU tersebut,” kata dia.
Baca juga: Walhi: Krisis Kemanusiaan dan Kerusakan Lingkungan Hidup Makin Dalam akibat UU Cipta Kerja
Edo mengatakan, Walhi tetap meminta presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU Cipta Kerja.
Sebab, Walhi menilai, UU Cipta Kerja memiliki banyak masalah dalam pasal-pasalnya tak terkecuali terkait lingkungan hidup.
“Kami tetap meminta presiden untuk dibatalkan, secara otomatis aturan turunannya (UU Cipta Kerja) pun akan bermasalah dan pasti kami tolak,” ujar Edo.
Sebelumnya, Manajer Kajian Kebijakan Walhi Boy Even Sembiring mengatakan, UU Cipta Kerja makin memperdalam kondisi krisis kemanusiaan akibat kerusakan lingkungan hidup.
Baca juga: Walhi Masih Temukan Pasal Bermasalah pada Draf Final RUU Cipta Kerja
Menurut Boy, hal ini tercermin dari pengubahan dan penghapusan sejumlah pasal terhadap UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
"(UU Cipta Kerja) bukan kebijakan permanen untuk memulihkan, tapi memperdalam krisis kemanusiaan dengan membiarkan laju kerusakan lingkungan hidup terus berlangsung. Bahkan lebih parah dari kondisi sebelum (Presiden Jokowi) memimpin," kata Boy saat dihubungi, Rabu (4/11/2020).
Ia menyoroti soal penggunaan frasa "persetujuan lingkungan" dalam UU Cipta Kerja. Sementara itu, dalam UU PPLH menggunakan frasa "perizinan".
Boy berpendapat, penggunaan frasa "persetujuan lingkungan" berarti keputusan kelayakan lingkungan hanya sekadar jadi prosedur penerbitan izin usaha .
Baca juga: Catatan Walhi, UU Cipta Kerja Mengancam Keberlangsungan Hutan karena 2 Hal Ini
"Posisinya tidak lagi menjadi keputusan tata usaha negara. Konsekuensinya, dibatasinya ruang rakyat untuk menguji layak atau tidak layaknya suatu izin berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan atau sesuai ketepatan prosedur," jelasnya.
Selanjutnya, Boy menyoal beberapa pengubahan rumusan pasal di UU PPLH. Di antaranya, yaitu Pasal 25 dan 26. Dua pasal tersebut mengatur soal dokumen analisis dampak lingkungan (amdal).
Melalui Pasal 22 angka 4, UU Cipta Kerja mengubah Pasal 25 UU PPLH dengan membatasi masyarakat terdampak langsung yang terlibat dalam pembuatan dokumen amdal.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.