Pada Juli 2014, Hiendra dan Hengky bertemu dengan Rahmat yang berprofesi sebagai advokat di sebuah kafe di kawasan Kemang dan meminta Rahmat mengajukan peninjauan kembali (PK) dan mengurus penangguhan eksekusi.
Hiendra pun memberikan uang Rp 300 juta dan cek atas nama PT MIT sejumlah Rp 5 miliar kepada Rahmat yang bisa dicairkan setelah permohonan PK PT MIT telah didaftarkan.
Pada 25 Agustus 2014, Rahmat mengajukan PK ke MA melalui PN Jakarta Utara dan mengajukan pemohonan penangguhan eksekusi atas putusan kasasi MA.
Baca juga: Periksa Saksi, KPK Konfirmasi soal Mobil Milik Nurhadi
Namun, beberapa hari kemudian, Hiendra menyampaikan bahwa kuasa Rahmat telah dicabut sehingga Rahmat dilarang mencairkan cek senilai Rp 5 miliar di atas dengan alasan Hiendra telah menunjuk advokat lain untuk mengurus perkara itu.
"Pada kenyataannya, Hiendra meminta Terdakwa II (Rezky) yang merupakan menantu sekaligus orang kepercayaan Terdakwa I (Nurhadi) untuk pengurusan perkara tersebut," kata JPU KPK.
Hiendra kemudian mengajukan gugatan kedua kepada PT KBN di PN Jakarta Utara untuk dapat melakukan penundaan eksekusi putusan MA.
Nurhadi dan Rezky lalu mengupayakan penundaan eksekusi tersebut hingga akhirnya Ketua PN Jakut mengeluarkan penetapan menangguhkan isi putusan kasasi MA sampai dengan adanya putusan PK dan gugatan baru Hiendra diputus oleh PN Jakut.
Sebagai realisasi pengurusan perkara tersebut, pada awal 2015, Rezky melalui Calvin Pratama membuat perjanjian dengan Hiendra agar Hiendra memberikan fee sebesar Rp 15 miliar kepada Rezky dengan jaminan cek atas nama PT MIT senilai Rp 30 miliar.
Baca juga: Periksa Nurhadi dan Menantunya, KPK Dalami Peran Aktif Berujung Terima Uang
"Namun pada kenyataannya Hiendra Soenjoto tidak mempunyai dana untuk pengurusan perkara dimaksud," ujar JPU KPK.
Selanjutnya, Hiendra mengenalkan Hiendra kepada Iwan Cendekia Liman yang bisa membantu Hiendra mendapat pendanaan dari Bank Bukopin Surabaya untuk membiayai pengurusan perkara PT MIT
Pada 22 Mei 2015, Rezky menerima uang muka pengurusan perkara PT MIT dari Hiendra senilai Rp 400 juta.
Lalu, pada Juni 2015, Rezky meminjam uang Rp 10 miliar kepada Iwan untuk mengurus perkara PT MIT karena Hiendra belum membayar fee pengurusan sebagaimana perjanjian.
Rezky menyampaikan uang tersebut akan dikembalikan dari dana yang bersumber dari pembayaran ganti rugi PT KBN kepada PT MIT senilai Rp 81.778.334.554 sebagaimana putusan PN Jakut.
Baca juga: MA Didesak Bentuk Tim Investigasi Usut Keterlibatan Oknum Internal dalam Kasus Nurhadi
Namun, pada 4 Juni 2015, gugatan PT ditolak oleh PN Jakarta Utara dan memutuskan mengajukan banding, upaya hukum PK yang diajukan oleh PT MIT juga ditolak oleh MA.
Meskipun gugatan dan PK ditolak, Nurhadi melalui Rezky tetap menjanjikan kepada Hiendra akan mengupayakan pengurusan perkara tersebut.