Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Didesak Bentuk Tim Investigasi Usut Keterlibatan Oknum Internal dalam Kasus Nurhadi

Kompas.com - 21/09/2020, 11:33 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch dan Lokataru mendesak Mahkamah Agung (MA) membentuk tim investigasi internal terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi yang melibatkan eks Sekretaris MA Nurhadi.

"ICW dan Lokataru mendesak agar Ketua Mahkamah Agung (MA) segera membentuk tim investigasi internal untuk menyelidiki lebih lanjut perihal keterlibatan oknum lain dalam perkara yang melibatkan Nurhadi," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Senin (21/9/2020).

Kurnia mengatakan, keterlibatan oknum lain perlu diselidiki lebih lanjut karena kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Nurhadi berkaitan dengan penanganan perkara di MA.

Baca juga: Periksa Nurhadi dan Menantunya, KPK Dalami Peran Aktif Berujung Terima Uang

Apalagi, kata Kurnia, tugas dan fungsi sekretariat MA tidak bersentuhan langsung penanganan perkara sebagaimana diatur dalam Perpres tentang Sekretariat Mahkamah Agung.

"Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana Nurhadi bisa mengatur beberapa perkara di MA? Apakah ada oknum lain yang memiliki kewenangan untuk memutus perkara juga terlibat?," kata Kurnia.

Selain itu, ICW dan Lokataru juga mendesak Mahkamah Agung afar kooperatif dan bekerja sama dengan KPK untuk membongkar tuntas perkara korupsi di internal MA.

Kurnia menilai, alih-alih berkoordinasi dengan baik, MA bersikap resisten dengan mendalihkana danya Surat Edaran MA Nomor 4 Tahun 2020 ketika KPK memanggil sejumlah Hakim Agung untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut pada awal Agustus 2020 lalu.

Baca juga: Kasus Pencucian Uang Nurhadi, Wakil Ketua KPK: Enggak Lama Lagi

"Padahal dalam penegakan hukum dikenal asas equality before the law, yang mengamanatkan bahwa setiap orang tidak berhak untuk mendapatkan perlakuan khusus," kata Kurnia.

Di samping itu, Kurnia mengapresiasi langkah KPK yang telah melakukan gelar perkara terkait dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan Nurhadi.

"Kinerja cepat dari KPK penting diapresiasi, namun, di luar hal itu publik belum melihat adanya bentuk kerjasama yang baik dari MA untuk dapat membongkar praktik korupsi ini secara lebih menyeluruh," ujar dia.

Seperti diketahui, Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA.

Baca juga: Masa Penahanan Nurhadi dan Menantunya Kembali Diperpanjang

Dalam kasus itu, Nurhadi melalui Rezky diduga telah menerima suap beserta gratifikasi senilai Rp 46 miliar.

Menurut KPK, ada tiga perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi yakni, perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.

Dalam perkara PT MIT vs PT KBN, Rezky selaku menantu Nurhadi diduga telah menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com