Dengan surat jalan tersebut, Djoko Tjandra diduga dapat keluar-masuk Indonesia meskipun menjadi buronan.
Djoko Tjandra diketahui sempat mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) pada 8 Juni 2020.
Di hari yang sama, ia juga melakukan perekaman dan mendapatkan e-KTP di kantor Kelurahan Grogol Selatan.
Kemudian, pada 22 Juni 2020, Djoko Tjandra membuat paspor di Kantor Imigrasi Jakarta Utara.
2 Jenderal Polisi dan 1 Jaksa
Usut punya usut, surat jalan sakti itu diterbitkan oleh Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo kala menjabat sebagai eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Tak hanya surat jalan palsu, jenderal polisi berbintang satu itu juga diduga terlibat dalam penerbitan surat rekomendasi kesehatan dan surat bebas Covid-19 untuk Djoko Tjandra.
Baca juga: Setahun Jokowi-Maruf: Lemahnya Oposisi dan Tumbuhnya Suara Jalanan
Prasetijo bukan satu-satunya aparat penegak hukum yang terseret kasus pelarian Djoko Tjandra.
Selain Prasetijo, ada pula jenderal polisi bintang dua, Irjen Napoleon Bonaparte.
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu diduga menerima suap terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Djoko Tjandra.
Selain itu, ada Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang fotonya bersama Djoko Tjandra di luar negeri sempat viral.
Sebelum dicopot dari jabatannya, Pinangki merupakan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung.
Sorotan ke Aparat Penegak Hukum
Kasus pelarian Djoko Tjandra tersebut membuat kinerja aparat penegak hukum disorot.
Salah satunya datang dari Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani.