JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin genap berusia setahun pada Selasa (20/10/2020).
Peran oposisi tampak redup karena posisinya yang tak seimbang dengan parpol pendukung pemerintah.
Berbeda dengan periode pertama, di periode keduanya, Jokowi memiliki kekuatan lebih dari 60 persen di parlemen karena disokong enam fraksi.
Pemerintah dinilai semakin sulit dikontrol lantaran mendapat sokongan penuh dari mitra koalisinya di parlemen.
Baca juga: Setahun Jokowi-Maruf Amin: Ironi Tim Mawar di Lingkaran Pemerintah
Hal ini berbeda 180 derajat dengan situasi periode pertama kepemimpinan Jokowi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Untuk kondisi saat itu, DPR dinilai menjalankan fungsi legislatifnya untuk mengontrol jalannya kekuasaan pemerintah.
Sejenak flashback, saat Jokowi memerintah bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla, suara mereka kalah di DPR lantaran hanya didukung empat dari 10 fraksi di DPR.
Keempat fraksi tersebut ialah PDI-P, PKB, Nasdem, dan Hanura.
Sisanya yakni Golkar, Gerindra, PAN, PKS, PPP, dan Demokrat merupakan kelompok oposisi dan menamakan diri mereka Koalisi Merah Putih (KMP)
Akibatnya, pemerintahan Jokowi sempat dibuat pusing. Salah satunya saat mengajukan RAPBN 2016.
Baca juga: Setahun Jokowi-Maruf, Ketua Komisi X: Wajah Pendidikan Belum Berubah
Saat itu Wakil Presiden Jusuf Kalla turun langsung sebagai juru lobi yang mewakili pemerintah untuk berkomunikasi dengan Ketua Umum Partai Golkar versi Musyawarah Nasional Riau, AburIzal Bakrie.
Hingga akhirnya Golkar dan beberapa anggota KMP lainnya menyetujui RAPBN 2016 yang diusulkan pemerintah.
Oposisi Lemah atau Dilemahkan?
Kini, dari sembilan fraksi di DPR, enam fraksi merupakan bagian dari partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin.
Keenamnya adalah fraksi PDI-P, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Nasdem, PKB, dan PPP.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.