Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perhimpunan Guru Kecam DPR dan Pemerintah Terkait Sektor Pendidikan dalam UU Cipta Kerja

Kompas.com - 06/10/2020, 12:29 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengecam sikap DPR dan pemerintah yang tetap memasukkan sektor pendidikan dalam UU Cipta Kerja.

Satriwan mengatakan, pihaknya sudah menyambut baik sikap DPR dan pemerintah yang sebelumnya berkomitmen tak memasukkan sektor pendidikan dalam RUU sapu jagat tersebut.

Namun, dalam draf final UU Cipta Kerja masih terdapat sektor pendidikan.

"Ternyata masih ada Pasal yang memberi jalan luas kepada praktik komersialisasi pendidikan. Dengan kata lain, UU Ciptaker menjadi jalan masuk kapitalisasi pendidikan," kata Satriwan dalam keterangan tertulis, Selasa (6/10/2020).

Baca juga: Alasan DPR dan Pemerintah Cabut Klaster Pendidikan di RUU Cipta Kerja

Satriwan mengatakan, sektor pendidikan masuk dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan, Pasal 65 Ayat (1) dalam UU Cipta Kerja yang menyebutkan, "Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini."

Kemudian Pasal 65 Ayat (2) UU Cipta Kerja menyebutkan, "Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah".

Menurut Satriwan, ketentuan tersebut membuat pemerintah leluasa mengeluarkan kebijakan perizinan usaha di sektor pendidikan.

"Artinya pemerintah (eksekutif) dapat saja suatu hari nanti, mengeluarkan kebijakan perizinan usaha pendidikan yang nyata-nyata bermuatan kapitalisasi pendidikan, sebab sudah ada payung hukumnya," ujarnya.

Baca juga: Praktisi Pendidikan Apresiasi Klaster Pendidikan Dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja

Kemudian, Satriawan mengatakan, Pasal 1 Ayat (4) dalam UU Cipta Kerja juga menjelaskan terkait "Perizinan Berusaha" yaitu, legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

Oleh karenanya, ia menilai, sektor pendidikan akan direduksi menjadi aktivitas industri dan ekonomi.

DPR, menurut Satriwan, tak berkomitmen menepati janjinya terhadap dunia pendidikan dan pegiat pendidikan.

"Hal ini menjadi bukti bahwa anggota DPR sedang melakukan prank terhadap dunia pendidikan termasuk pegiat pendidikan. Sebelumnya dengan pedenya mereka mengatakan cluster pendidikan telah dicabut dari RUU ini, ternyata sebaliknya," pungkasnya.

Baca juga: KSPI Bedah Isi UU Cipta Kerja, Cari Pasal yang Merugikan Pekerja

DPR sebelumnya telah mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.

Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang. Mayoritas fraksi DPR dan pemerintah setuju.

Baca juga: Kecewa UU Cipta Kerja Disahkan, Sekjen MUI Sebut DPR Bela Kepentingan Pemilik Modal Ketimbang Rakyat

Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.

Menurut dia, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.

"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," ujar Airlangga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com