Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amnesty: Ada 47 Pembunuhan di Luar Proses Hukum di Papua Sejak 2018

Kompas.com - 28/09/2020, 22:15 WIB
Devina Halim,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesty International Indonesia mencatat, ada 47 kasus pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing) yang terjadi di Papua selama Februari 2018 hingga September 2020.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengungkapkan, kasus tersebut menelan 96 korban jiwa.

"Ini jumlah yang sangat tinggi untuk periode yang sangat singkat, 2018 sampai 2020, dengan jumlah korban yang demikian, itu sangat mengkhawatirkan," kata Usman dalam konferensi pers daring, Senin (28/9/2020).

Apabila dikategorikan berdasarkan pelaku, Usman merinci, terdapat 12 kasus yang melibatkan TNi-Polri dengan total 29 korban.

Baca juga: Peneliti LIPI: Kasus Pendeta Yeremia Tak Bisa Diselesaikan dengan Santunan

Kemudian, terdapat 13 kasus yang melibatkan personel TNI yang merenggut 23 korban, 15 kasus yang melibatkan Polri dengan 16 korban.

Sebanyak 26 orang menjadi korban akibat perilaku orang tak dikenal atau yang disebut pemerintah sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Terakhir, satu kasus terjadi di penjara yang menelan dua korban jiwa.

Data Amnesty juga menunjukkan, sebanyak 94 orang dari total korban merupakan orang Papua.

Dilihat dari sebaran wilayah, Usman mengungkapkan, kasus tersebut paling banyak terjadi di daerah konflik.

Baca juga: Komnas HAM Diminta Bentuk Tim Penyelidik Ad Hoc Kasus Penembakan Pendeta Yeremia

"Yang paling tinggi memang di wilayah di mana konfliknya cukup tinggi, yaitu di Nduga. Kedua, di Jayawijaya, ini juga masih pegunungan, baru kemudian turun ke kota seperti Jayapura, Timika, atau Deiyai," lanjut dia.

Menurut catatan Amnesty, banyak kasus yang dikatakan diinvestigasi, tetapi tidak diungkapkan lebih lanjut ke publik.

"Menggunakan penyelesaian dengan cara memberi uang atau memberi apalah, tanpa ada kejelasan apa sebenarnya peristiwa itu, mengapa peristiwa itu terjadi, siapa yang sesungguhnya terlibat," ucap Usman.

Ia merinci, sebanyak tujuh kasus sedang diinvestigasi, 14 kasus diinvestigasi tanpa diungkap ke publik, sembilan kasus tidak diinvestigasi.

Kemudian, lima kasus diproses di internal kepolisian, dua kasus dibawa ke pengadilan, dan dua kasus lainnya dibawa ke pengadilan militer. Sementara, delapan kasus lainnya masih diverifikasi oleh institusi penegak hukum.

Baca juga: Akhiri Konflik Papua, Pemerintah Diminta Buka Dialog dan Rekonsiliasi

Kasus yang baru terjadi adalah penembakan Pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua.

Usman pun mendesak agar kasus tersebut diusut secara imparsial, independen, dan terbuka.

Amnesty menilai, proses investigasi kasus tersebut harus melibatkan institusi yang independen, misalnya Komnas HAM.

Ia meminta agar Komnas HAM membantuk tim ad hoc untuk kasus tersebut.

"Tidak cukup Komnas HAM di kantor perwakilan di Papua, melainkan harus dibentuk sebuah tim penyelidik ad hoc menurut UU Pengadilan HAM yang dibentuk oleh Komnas HAM di Jakarta," ungkap dia.

Baca juga: Komnas HAM Didorong Selidiki Kasus Tewasnya Pendeta Yeremia di Papua

Diberitakan, Pendeta Yeremia Zanambani tewas dengan luka tembak di Kampung Hitadipa, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, Sabtu (19/9/2020).

Pihak TNI menyebut Yeremia tewas ditembak kelompok kriminal bersenjata (KKB).

Namun, Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Sebby Sambon mengatakan, korban tewas dibunuh aparat TNI.

"Hari ini Pendeta Yeremia Zanambani, S.Th, penerjemah Alkitab bahasa Moni ditembak mati TNI di Intan Jaya," ujar Sebby melalui rilis, Minggu (20/9/2020).

Sementara, Kabid Humas Polda Papua, Kombes AM Kamal juga membantah tuduhan bahwa TNI menjadi pelaku penembakan terhadap Pendeta Yeremia hingga tewas.

Baca juga: LIPI Minta Pemerintah Hati-hati Usut Kasus Pembunuhan Pendeta di Papua

Kamal beralasan, tidak ada pos TNI di Hitadipa. Menurutnya, apa yang disampaikan Jubir TPNPB tidak berdasar dan hanya ingin memperkeruh suasana.

“Di sana tidak ada pos atau kantor dari aparat keamanan. Di kampung tersebut baru direncanakan akan berdirinya kantor koramil,” kata Kamal.

Menurut keterangan Kamal, pelaku pembunuhan Pendeta Yeremia adalah kelompk KKB pimpinan Jelek Waker.

Dilansir dari Kompas.id, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayor Jenderal Herman Asaribab telah memerintahkan dua personelnya untuk melakukan investigasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com