"Mohon doa dari semua pihak agar bisa diberikan kesehatan bagi kita semua. Semoga kesehatan dan keselamatan selalu tercurahkan untuk bangsa Indonesia," kata dia.
Paling baru, Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi dinyatakan positif Covid-19. Hal itu disampaikan Pramono pada Sabtu kemarin. Sama seperti Arief, Pramono mengaku tak mengalami gejala apapun.
"Saat ini kondisi saya baik-baik saja. Saya tidak merasa ada gejala apa pun," kata Pramono melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Sabtu.
Dalam beberapa hari terakhir, Pramono melakukan perjalanan dinas bersama Ketua KPU Arief Budiman. Keduanya menghadiri acara penandatanganan MoU antara KPU dengan Universitas Hasanudin, Makassar. Dilanjutkan dengan seminar di kampus tersebut pada 14-15 September lalu.
Kemudian, mereka berdua menghadiri simulasi penggunaan sistem rekapitulasi Sirekap di Depok (Jawa Barat) pada 16 September 2020. Tidak hanya berdua, menurut Pramono, ada komisioner lain yang juga mengikuti acara di Depok.
Sejak Jumat pagi, Pramono pun telah melaksanakan isolasi mandiri di rumah dinas di kompleks KPU yang berada Jl Siaga Raya, Jakarta Selatan.
Merespons banyaknya penyelenggara yang positif Covid-19, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) kembali mendorong agar penyelenggaraan Pilkada 2020 ditunda.
"Kami pun sebetulnya memang sudah mengusulkan pilkada ini ditunda lagi supaya juga tidak semakin menambah penularan (virus corona)," kata Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Agustyati kepada Kompas.com, Jumat lalu.
Khoirunnisa mengatakan, semakin banyak penyelenggara pemilu yang positif Covid-19, kekhawatiran akan penularan virus corona di antara penyelenggara kian besar.
Apalagi, jika di saat bersamaan penyelenggara tak dilengkapi dengan alat pelindung diri yang mencukupi.
Sejak awal Perludem telah menyampaikan bahwa idealnya Pilkada tak digelar di situasi pandemi. Sebab, bagaimanapun protokol kesehatan dirancang, pilkada tetap memaksa orang-orang untuk melakukan pertemuan. Padahal, hal itu berpotensi menyebarkan virus.
"Sebetulnya situasi pilkada nggak kawin (cocok) dengan situasi pandemi. Tahapan pilkada itu kan tahapan yang orang ketemu, berkumpul, sementara pandemi kan tidak seperti itu, harus jaga jarak, harus lebih banyak di rumah," ujar Khoirunnisa.
Dengan situasi yang demikian, Perludem mengusulkan agar dilakukan penundaan pilkada untuk sementara waktu.
Penundaan bisa dilakukan tidak sampai pandemi Covid-19 benar-benar berakhir, tapi setidaknya hingga situasi sudah membaik.
Baca juga: Soal Kemungkinan Pilkada Ditunda, Ketua KPU: Belum Ada Pikiran Itu
Selama plkada ditunda, pemangku kebijakan harus membenahi hal-hal yang masih kurang dan dibutuhkan dalam penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi. Misalnya, membuat aturan yang lebih tegas soal sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan pilkada, merancang alternatif pemungutan suara melalui pos, hingga mendesain ulang hari pencoblosan pilkada menjadi lebih panjang demi mencegah munculnya keramaian.
"Opsi itu ada, bisa menunda secara nasional 270 daerah ditunda, atau bisa juga menundanya parsial per daerah. Misalnya di satu daerah sangat buruk situasi Covid-19-nya, bisa daerah itu yang ditunda saja," ujar Khoirunnisa.
Khoirunnisa menambahkan, kemungkinan penundaan Pilkada Serentak 2020 masih terbuka lebar apalagi dalam situasi pandemi Covid-19 yang sekarang ini. Dengan menunda pilkada, bukan berarti pemangku kepentingan gagal dalam menyelenggarakan kehidupan berdemokrasi.
"Jangan dinilai juga menjadi gagal atau tidak bisa berdemokrasi, tapi lebih bisa baca situasi dan masyarakat juga akan mengapresiasi itu. Kita kan nggak mau pemilu ini event 5 tahunan saja, kan bukan itu juga yang kita kejar, tapi harus sehat semuanya," kata dia.