Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Bakamla dan Coast Guard China Bersitegang di Laut Natuna Utara...

Kompas.com - 15/09/2020, 06:20 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia berhasil mengusir kapal coast guard China dari wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Senin (14/9/2020) siang.

Kapal dengan nomor lambung 5204 tersebut sebelumnya terdeteksi oleh radar dan automatic identification system (AIS) kapal milik Bakamla, KN Pulau Nipah-321, sekitar pukul 10.00 WIB, Sabtu (12/9/2020).

Saat itu, KN Pulau Nipah tengah menggelar Operasi Cegah Tangkal Tahun 2020 di wilayah Zona Maritim Barat.

Baca juga: Kapal Coast Guard China Bersikeras Tak Mau Keluar dari Laut Natuna Utara

Personel KN Pulau Nipah kemudian membangun komunikasi dengan personel coast guard China melalui radio VHF chanel 16. Komunikasi dilakukan sebagai upaya persuasif mengusir kapal tersebut dari Laut Natuna Utara.

Akan tetapi, personel coast guard China justru mengklaim sedang berpatroli di area nine dash line wilayah teritorial China.

Padahal, berdasarkan UNCLOS 1982 tidak diakui keberadaan nine dash line yang diklaim berada di ZEE Indonesia.

Upaya berikutnya pun dilakukan Bakamla melalui koordinasi dengan berbagai lintas sektor. Mulai dari TNI Angkatan Laut (AL), Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).

Setelah bertahan sekitar 48 jam, coast guard China pun perlahan menjauh dan hengkang dari Laut Natuna Utara pada Senin siang.

"CCG 5204 dipantau telah bergerak ke utara menjauhi ZEE Indonesia, KN Pulau Nipah terus mengamati bersama KRI Imam Bonjol-383 yang juga melaksanakan patroli mem-backup di belakang kapal Bakamla pada jarak 2 hingga 3 NM," ujar Kabag Humas dan Protokol Bakamla RI Kolonel Bakamla Wisnu Pramandita dalam keterangan tertulis, Senin (14/9/2020).

Baca juga: Bakamla Masih Berupaya Usir Kapal Coast Guard China dari Laut Natuna Utara

Setelah CCG 5204 hilang dari pandangan, KN Pulau Nipah 321 melanjutkan patroli di wilayah perbatasan ZEE Indonesia.

Dalam upaya pengusiran tersebut, personel KN Pulau Nipah sempat bersitegang dengan personel coast guard China melalui radio.

Ketegangan itu terjadi lantaran personel coast guard China bersikeras dengan mengklaim posisinya berada di area nine dash line wilayah teritorial China.

"Kapal Coast Guard China 5204 akhirnya bergerak keluar ZEE Indonesia dengan dibayang-bayangi KN Pulau Nipah-321 pada siang hari, Senin (14/9/2020) usai bersitegang melalui radio," kata Wisnu.

Indonesia layangkan protes

Pemerintah Indonesia sempat melayangkan protes kepada Pemerintah China melalui Kedutaan Besar Indonesia di China, pada Minggu (13/9/2020).

Protes tersebut dilayangkan Indonesia sehari setelah Bakamla berkoordinasi dengan Kemenlu mengenai keberadaan coast goard China di wilayah yurisdiksi Indonesia.

"Kemlu pada hari Minggu, 13 September 2020 telah melakukan komunikasi dengan Wakil Dubes RRT (China) di Jakarta dan meminta klarifikasi maksud keberadaan CCG 5204 di wilayah perairan ZEE Indonesia," ujar Juru Bicara (Jubir) Kemenlu, Teuku Faizasyah dalam keterangannya, Senin (14/9/2020).

Baca juga: Coast Guard China Terobos Laut Natuna Utara, Indonesia Layangkan Protes

Dalam komunikasi tersebut, Kemenlu kembali menegaskan bahwa ZEE Indonesia tidak memiliki klaim tumpang-tindah dengan China.

"Dan menolak klaim 9DL RRT (China) karena bertentangan dengan UNCLOS 1982," tegas dia.

Riwayat konflik Indonesia-China di Natuna

Konflik antara China dan Indonesia terkait Laut Natuna Utara sudah terjadi cukup lama.

Sejumlah faktor melatarbelakangi konflik tersebut, antara lain masuknya kapal China ke Laut Natuna tanpa izin maupun perubahan nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara.

Berdasarkan catatan Kompas.com, kasus serupa pernah terjadi pada 2016 lalu. Ketika itu, kapal ikan asal China masuk ke Perairan Natuna.

Baca juga: Sempat Bersitegang di Radio, Bakamla Usir Coast Guard China di Natuna

Pemerintah Indonesia berupaya untuk menangkap kapal tersebut. Tetapi, proses penangkapan tidak berjalan mulus, lantaran ada campur tangan dari coast guard China yang sengaja menabrak KM Kway Fey 10078.

Menteri Kelautan dan Perikanan yang saat itu dijabat Susi Pudjiastuti, meminta Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi untuk melayangkan nota protes kepada China.

"Bu Retno (Menlu) yang akan mengajukan nota protes diplomatik ke mereka. Nota diplomatiknya karena melanggar masuk ke teritorial kita," ucap Susi, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, 20 Maret 2016.

Baca juga: Mahfud MD Pastikan Natuna Bersih dari Nelayan dan Coast Guard China

Dalam pertemuan dengan Sun Weide, Kuasa Usaha Sementara China di Indonesia, Menlu menyampaikan protes keras terkait dua hal.

Pertama, terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh coast guard China terhadap kedaulatan dan yurisdiksi di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen.

Kedua, pelanggaran oleh coast guard China dalam upaya penegakkan hukum oleh otoritas Indonesia di ZEE dan landas kontinen.

Perubahan nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara

Pada Juli 2017, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman meluncurkan peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baru.

Peta baru tersebut menitikberatkan pada perbatasan laut Indonesia dengan negara lainnya. Nama Laut China Selatan juga diganti menjadi Laut Natuna Utara.

Langkah tersebut diambil untuk menciptakan kejelasan hukum di laut dan mengamankan ZEE Indonesia. Tetapi, penamaan tersebut dilakukan di wilayah yurisdiksi laut Indonesia, bukan wilayah Laut China Selatan secara keseluruhan.

Baca juga: Polemik Laut China Selatan di Tengah Pandemi Corona

Laut China Selatan merupakan wilayah laut semi tertutup yang terletak di sebelah barat Samudera Pasifik dan dikelilingi oleh daratan Asia Tenggara.

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, mengatakan, ada beberapa hal baru yang menyebabkan peta NKRI harus diperbaharui.

"Pertama, ada perjanjian perbatasan laut teritorial yang sudah berlaku yakni antara Indonesia-Singapura sisi barat dan sisi timur," ujar Havas dalam pemberitaan Kompas.com, 15 Juli 2017.

Serta, perjanjian batas ZEE Indonesia dan Filipina yang sudah disepakati bersama dan sudah diratifikasi. Di sisi lain, keputusan tersebut memicu kritik dari Beijing.

Baca juga: 100 Hari Jokowi: Polemik Natuna

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang menganggap pergantian penyebutan nama itu tak masuk akal.

"Dan tidak sesuai dengan upaya standarisasi mengenai penyebutan wilayah internasional," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang.

Saat ini, Indonesia tetap menyebut laut China Selatan yang berada di wilayah NKRI sebagai Laut Natuna Utara. Tetapi, nama tersebut belum disahkan di International Hydrographic Organization (IHO).

Klaim atas nine dash line

Berbagai upaya penegasan pemerintah terhadap Laut Natuna Utara ternyata tak menyurutkan niat kapal-kapal China kembali memasuki wilayah yurisdiksi Indonesia.

Pada 19 Desember 2019, sejumlah kapal asing penangkap ikan milik China diketahui memasuki Laut Natuna Utara.

Kapal-kapal China yang masuk dinyatakan telah melanggar ZEE Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF).

Selain itu, Coast Guard China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna.

Baca juga: Guru Besar UI Sebut Masalah China-RI Tak Akan Pernah Usai, Usulkan Bakamla Bertransformasi Jadi Coast Guard

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, konflik antara Indonesia dengan China soal perbatasan wilayah tidak akan pernah usai.

Hal ini disebabkan oleh sembilan garis putus-putus atau nine-dash line yang menjadi dasar klaim China di Laut China Selatan, tetapi tidak pernah diakui Indonesia.

"Bahwa masalah kita dengan China ini tidak akan selesai. Tidak akan pernah selesai sampai akhir zaman. Karena apa? Kita tidak mengakui klaimnya, dia juga tidak mengakui klaim kita," kata Hikmahanto dalam pemberitaan Kompas.com, Kamis (9/1/2020).

Baca juga: Coast Guard China Masuki Perairan Natuna, TNI: Nelayan Tak Perlu Takut Melaut

Menurut dia, salah satu solusi masalah ini adalah mentransformasikan Bakamla sebagai coast guard RI.

"Nah, yang harusnya ada di sini itu coast guard. Apakah Bakamla ditransformasikan jadi coast guard, saya serahkan ke pemerintah," ujarnya.

Hikmahanto menyatakan, pemerintah harus konsisten hadir di wilayah ZEE Indonesia. Ia mengatakan, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan alutsista TNI.

"Sekarang harus berpikir tidak hanya TNI yang harus diperkuat alutsistanya, karena itu di 12 mil kedaulatan di laut. Tetapi harus berpikir tentang patroli laut, itu penting sekali. Itu juga yang harus dipikirkan, selama ini mungkin masih belum Kita fokus ke sana," jelas Hikmahanto.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com