JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP-RI) Luluk Nur Hamidah menilai, adanya perbedaan ideologi atau paham berpikir antara anggota DPR menyulitkan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS).
"Untuk pengesahan RUU ini juga tidak mudah karena memang enggak bulat suaranya di DPR. Kenapa tidak bulat? Ternyata yang melihat soal kekerasan seksual ini enggak sama," kata Luluk kepada Kompas.com, Rabu (12/8/2020).
"Ada pertarungan ideologi di parlemen, membuat RUU ini mengalami hambatan yang luar biasa," lanjut dia.
Baca juga: Urgensi RUU PKS untuk Segera Disahkan DPR...
Akibatnya, kata Luluk, ada fraksi yang selalu mempermasalahkan beberapa frasa dalam RUU PKS. Fraksi yang menolak menganggap sejumlah frasa bertentangan dengan keyakinan mereka.
Namun, Luluk berpandangan, fraksi yang menolak itu justru mengabaikan substansi dan urgensi agar RUU PKS disahkan.
"Mungkin semuanya sudah punya record-nya, fraksi apa yang menentang keras bagi RUU ini mengabaikan substansi kenapa RUU ini mesti hadir dan kemudian diputuskan," ujarnya.
Baca juga: PKS Tolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual karena Isinya Bersifat Liberal
Selain itu, lanjut Luluk, perilaku patriarki yang masih kental juga menjadi penghambat. Perilaku patriarki menempatkan posisi sosial laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.
Kemudian, Luluk menilai, ada pula pihak-pihak yang berusaha bermain dengan RUU PKS hanya untuk kepentingan elektoral semata.
"Jadi ya kita melihatnya banyak sih memang hal-hal yang tidak rasional itu yang justru terjadi sehingga ini didrop (dari Prolegnas 2020)," ucap dia.
Baca juga: Timus RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Dibentuk, PKS Menolak
Diberitakan sebelumnya, RUU PKS dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Polegnas) Prioritas 2020.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan