Menurut Pangi, kandidat-kandidat baru itu dapat menjadi lawan tanding yang berat, bila pemerintahan saat ini tidak bekerja cukup baik. Mengingat, posisi Prabowo yang berada di dalam pemerintahan.
"Persoalannya begini, boleh jadi nanti di tengah jalan muncul calon potensial yang main di injury time, tak diduga-duga. Sementara ada capres fresh dan punya energi baru, trend elektabilitasnya ada potensi untuk naik. Sementara elektabilitas Prabowo segitu-gitu aja, sudah mentok di situ," ujarnya.
"Prabowo sudah kampanye tiga kali pilpres, elektabilitas yang sekarang walaupun di beberapa lembaga survei Prabowo nomor satu, namun nanti ada capres yang belum pernah kampaye, tokoh baru, narasi baru, elektabilitasnya bisa moncer dan menyalip elektabilitas Prabowo," imbuh dia.
Baca juga: Ada Permintaan Prabowo Capres 2024, Muzani Sebut Ditentukan Setahun Sebelumnya
Hal itu pun senada dengan analisi yang dilakukan oleh Indonesia Political Opinion (IPO). Prabowo memang meraih popularitas tertinggi di antara tokoh lama jika hendak maju saat Pilpres 2024.
Namun, dari total 1.600 responden yang disurvei pada Januari 2020 itu, 64,5 persen di antaranya meyakini Prabowo akan kalah bila kembali mencalonkan diri.
Direktur Eksekuti IPO Dedi Kurnia Syah menyatakan, kekalahan ini dipicu karena tingkat keterpilihan pada Pilpres 2024 lebih condong mengarah kepada tokoh-tokoh baru.
Tokoh baru itu antara lain, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, politisi Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, dan Mendagri Tito Karnavian.
Lalu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ketua DPR Puan Maharani, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.
Dengan begitu, kata Dedi, kondisi tersebut memungkinkan menjadi titik akhir perjalanan politik elektoral Prabowo.
"Jika mendapat pasangan politik dari parpol terkuat sekalipun, Prabowo tetap akan lebih berpeluang kalah dibanding menang," kata Dedi, pada 13 Maret lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.