Yahya menyampaikan keputusan NU tetap ikut serta dalam program yang diinisiasi oleh Kemendikbud itu.
"Ini silaturahim untuk mengurai kekusutan komunikasi yang sempat terjadi," ujar Yahya, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis malam.
"Dalam suasana prihatin akibat pandemi dan masyarakat sangat membutuhkan jalan keluar dari berbagai kesulitan, sangat tidak elok kalau kontroversi yang tidak substansial dibiarkan berlarut-larut," tutur dia.
Menurut Yahya, keputusan terkait POP diambil dalam rapat PBNU, Selasa, (4/8/2020) lalu, setelah ada klarifikasi mengenai dua hal.
Baca juga: Komisi X: Skema Pembiayaan Tambahan POP Bisa Jadi Solusi Libatkan Organisasi Penggerak Mandiri
Pertama, POP bukan program yang bersifat akar rumput, tapi lebih bersifat laboratorial.
Yahya mengatakan, Nadiem telah memberikan klarifikasi bahwa Kemendikbud hanya bermaksud membeli model inovasi dari berbagai pihak yang menawarkan gagasan.
"Yang diukur adalah kelayakan gagasan dan perencanaan eksekusinya. Pihak manapun bisa ikut tanpa harus bergantung pada ukuran organisasi atau keluasan konstituennya," ucap Yahya.
"Untuk menyentuh akar rumput, termasuk warga NU, Kemendikbud menyiapkan sejumlah program lain, misalnya, program afirmasi," kata dia.
Baca juga: Komisi X Nilai Program Organisasi Penggerak Tak Efektif Dilanjutkan di Masa Pandemi
Kedua, pelaksanaan POP dimulai pada Januari 2021, sehingga ada waktu yang cukup untuk menuntaskan pelaksanaan program sepanjang tahun depan.
"Kami mendukung upaya Mendikbud untuk mengambil langkah konkret sebagai jalan keluar dari kesulitan masyarakat, khususnya di bidang pendidikan. Kami juga mendukung upaya-upaya memperbaiki kapasitas sistem pendidikan kita. Tentu tetap kritis terhadap kekurangan yang ada," ujar Yahya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.