Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Agung: Red Notice Itu Tidak Ada Cabut Mencabut!

Kompas.com - 16/07/2020, 00:06 WIB
Devina Halim,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin angkat bicara mengenai pencabutan red notice untuk buron Djoko Tjandra.

Menurut pemahamannya, red notice berlaku hingga buronan tersebut tertangkap.

"Sampai saat ini, belum ada titik temu. Sebenarnya red notice itu tidak ada cabut-mencabut. (Masa berlaku red notice) selamanya sampai tertangkap, tetapi nyatanya begitu," kata Jaksa Agung RI ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Rabu (15/7/2020) seperti dikutip dari Tribunnews.com.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono juga mengatakan hal serupa.

Baca juga: Dipersoalkan, Surat Jalan Djoko Tjandra Rupanya Khusus untuk Polisi

Hari menuturkan, pencabutan red notice dapat dilakukan apabila buronan telah tertangkap atau meninggal dunia.

"Sepanjang yang kami ketahui yang dinyatakan DPO itu belum ditangkap atau tertangkap, maka tentu red notice itu masih berjalan," kata Hari sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com.

"Ada kemungkinan bisa dimintakan untuk dihapus karena yang bersangkutan tertangkap, ditangkap, atau bisa jadi red notice itu dihapus karena yang bersangkutan atau DPO tersebut meninggal dunia," sambung dia.

Menurut Hari, Kejagung meminta penerbitan red notice atas Djoko Tjandra di tahun 2009 silam.

Baca juga: Kapolri Copot Kepala Biro di Bareskrim yang Membuat Surat Jalan Djoko Tjandra

Kemudian, belum lama ini, tepatnya 27 Juni 2020, Kejagung meminta penerbitan DPO atas nama Djoko Tjandra karena memiliki e-KTP baru.

"Isinya meminta apabila jika yang bersangkutan sudah dinyatakan DPO oleh kejaksaan, agar kepada yang bersangkutan tidak diberikan peluang kepada terbit paspor, paspornya untuk dicabut," tutur Hari.

"Jadi ingat permintaan DPO yang 27 juni 2020 didasarkan adanya KTP baru," pungkas dia.

Baca juga: Mahfud Minta Polri Usut Dugaan Surat Jalan Djoko Tjandra secara Terbuka

Diberitakan, red notice untuk Djoko Tjandra disebut telah terhapus dari basis data sejak tahun 2014.

Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Arvin Gumilang menyampaikan, awalnya pada 24 April 2008, KPK meminta pencegahan terhadap Djoko yang berlaku selama enam bulan.

Kemudian, pada 10 Juli 2009, terbit red notice dari Interpol atas nama Djoko Tjandra. ??Pada 29 Maret 2012, terdapat permintaan pencegahan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung yang berlaku selama enam bulan.

Pada 12 Februari 2015, terdapat permintaan DPO dari Sekretaris NCB Interpol Indonesia terhadap Djoko Tjandra alias Joe Chan yang disebut berstatus sebagai warga negara Papua Nugini.

Baca juga: Pejabat Polri Penerbit Surat Jalan Djoko Tjandra Ditahan 14 Hari

"Ditjen Imigrasi menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor Imigrasi dan ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri," ujar Arvin.

Lalu, pada 4 Mei 2020, terdapat pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol bahwa red notice atas nama Djoko Tjandra telah terhapus dari basis data sejak tahun 2014 karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung.

"Ditjen Imigrasi menindaklanjuti dengan menghapus nama Joko Soegiarto Candra dari Sistem Perlintasan pada 13 Mei 2020," kata Arvin.

Kemudian, pada Sabtu (27/6/2020) lalu, Ditjen Imigrasi kembali menerima permintaan DPO dari Kejaksaan Agung sehingga nama Djoko kembali dimasukkan dalam sistem perlintasan dengan status DPO.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com