Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut YLBHI, Ini Alasan RKUHP Layak Ditolak dan Tak Disahkan

Kompas.com - 07/07/2020, 14:46 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, dalam kondisi saat ini sebaiknya pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ditolak.

Sebab, menurut Asfinawati, DPR dan pemerintah menganggap tidak ada perdebatan terkait isi pasal-pasal dalam RKUHP, sehingga pembahasan RKUHP tidak perlu dilakukan dari awal.

"Dalam kondisi seperti sekarang, maka kita harus tolak (RKUHP), karena DPR dan pemerintah menganggap perdebatan-perdebatan sudah selesai," kata Asfinawati dalam diskusi bertajuk 'Apa Kabar Nasib RKUHP Kontroversial', Selasa (7/7/2020).

"Kecuali tinggal beberapa belas itu (pasal), karena ada aturan yang carry over yaitu dilimpahkan ke masa sidang yang sekarang, mereka berpendapat sudah, saya tidak ulang lagi dari awal pembahasannya," tuturnya.

Baca juga: Komnas HAM Minta DPR-Pemerintah Tunda Pembahasan RKUHP

Asfina mengatakan, RKUHP layak untuk ditolak dan tidak disahkan karena masih banyak pasal-pasal yang bermasalah, seperti pasal yang mengatur tentang hukuman mati.

Ia mencontohkan, ketentuan penerapan hukuman mati dalam RKUHP. Ia menegaskan, YLBHI menolak ketentuan tersebut masuk dalam RKUHP.

"Kami tidak setuju, karena itu (hukuman mati) sudah masuk ke dalam hukuman yang keji, alasan lain adalah banyak kesalahan peradilan sesat atau salah menghukum orang," ujarnya.

Asfina juga menyinggung ketentuan membiarkan hewan ternak berkeliaran di lahan orang lain yang ditanami bibit, dan diatur dalam RKUHP.

Baca juga: Pandemi Covid-19, Komnas HAM Minta Pengesahan RKUHP Ditunda

Menurut Asfina, tidak semua masyarakat bisa menerapkan dan memahami aturan tersebut.

"Jadi misalnya ada aturan kan kemarin kita tidak boleh membiarkan ternak kita masuk ke karangan rumah orang, terus ternak kita enggak sengaja masuk, kemudian itu kasusnya diteruskan, 'Pak Polisi saya enggak tahu pasal itu'," ucapnya.

Lebih lanjut, Asfina mengatakan, masyarakat masih bisa menyampaikan penolakan terhadap RKUHP di masa pandemi Covid-19, melalui media sosial atau menyurati langsung YLBHI dan lembaga terkait termasuk anggota DPR.

"Karena yakinlah semua orang akan kena pasal-pasal ini, macam-macam sekali misalnya, petani bisa kena pasalnya, pedagang dan lain-lainnya," kata dia.

Baca juga: DPR Diminta Fokus Awasi Pemerintah Tangani Covid-19, Bukan Bahas RUU Cipta Kerja dan RKUHP

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com