Hal itu tidak terlepas dari pandangan politik keduanya yang menolak belenggu pemerintahan Soekarno terhadap masuknya informasi dari luar.
Lahirnya majalan Intisari pun dimaksudkan untuk mendobrak politik isolasi yang dilakukan Soekarno kala itu.
Namun pada akhirnya Jakob dan Ojong sepakat dengan persyaratan. Harian yang hendak terbit bukanlah corong partai, berdiri di atas semua golongan, bersifat umum dan berdasarkan kemajemukan Indonesia.
Kesepakatan itu dicapai dan akhirnya Yayasan Bentara Rakyat didirikan. Nama tersebut terinspirasi dari majalah Bentara yang populer di Flores.
Baca juga: Jakob Oetama Raih Penghargaan Jurnalisme dari Achmad Bakrie Award
Setelah ide disepakati, tahap berikutnya adalah proses mendapatkan izin.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi yaitu bkti adanya pelanggan, setidaknya berdasarkan 3.000 tanda tangan.
Berkat bantuan Frans Seda, persyaratan itu dipenuhi. Namun, Frans Seda yang saat itu merupakan anggota kabinet, akhirnya melaporkan rencana itu kepada Soekarno.
Saat itu, nama harian yang hendak dipublikasikan adalah Bentara Rakyat.
Soekarno tak keberatan. Bahkan ia memberikan nama lain yang kelak menjadikan harian Kompas sebagai koran terbesar di Indonesia hingga kini.
"Aku akan memberi nama yang lebih bagus.. 'Kompas'. Tahu toh apa itu kompas? Pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba.." ujar Soekarno.
Ketika dummy dengan kop Bentara Rakyat siap dicetak, usulan Bung Karno pun disampaikan dan diterima.
Wartawan Kompas saat itu, Edward Linggar, langsung menyiapkan logo dalam semalam.
Logo disetujui Jakob dan Ojong, dan dipakai hingga kini.
Kendati, logo yang ada saat ini sudah mengalami perubahan kecil, terutama dalam hal tebal dan tipisnya huruf.
Baca juga: Jakob Oetama, PK Ojong, dan Sejarah di Balik Lahirnya Kompas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.