Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Imelda Bachtiar

Alumnus Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia (UI) tahun 1995 dan Pascasarjana Kajian Gender UI tahun 2010. Menulis dan menyunting buku bertema seputar memoar dan pemikiran tokoh berkait sejarah Indonesia, kajian perempuan, Peristiwa 1965 dan kedirgantaraan. Karyanya: Kenangan tak Terucap. Saya, Ayah dan Tragedi 1965 (Penerbit Buku Kompas-PBK, 2013), Diaspora Indonesia, Bakti untuk Negeriku (PBK, 2015); Pak Harto, Saya dan Kontainer Medik Udara (PBK, 2017); Dari Capung sampai Hercules (PBK, 2017).

Belajar Bersahabat Sejati, Bersyukur, Tekun dari Jakob Oetama

Kompas.com - 28/09/2018, 21:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JAKOB Oetama, yang akrab dipanggil keluarga besar Kompas sebagai Pak JO, memasuki usia 87 tahun kemarin (27/9/2018).

Siapa tak kenal beliau? Keteladanannya yang utama-–dalam pandangan saya yang usianya separuh Pak JO--berwujud pada tiga kata: bersyukur, tekun, dan cinta serta paham betul Indonesianya.

Tokoh pers nasional, pemimpin, salah satu pendiri harian Kompas, satu dari sedikit insan pers yang tertua, yang kepadanya kita bisa menimba ilmu tak terbilang-tak terbatas. Satu lagi pelajaran darinya. Kita belajar bersahabat sejati.

Pertalian saya dengan Jakob Oetama tidak langsung dan serta-merta. Di antara saya dan tokoh hebat yang saya kagumi ini, ada selembar kata pengantar buku seorang sahabatnya, yang juga wartawan zaman perjuangan: almarhum Djafar Husin Assegaf (12 Desember 1932-12 Juni 2013).

Buku yang terbit dengan judul Zaman Keemasan Soeharto, Tajuk Rencana Harian Surabaya Post 1989-1993 (Penerbit Buku Kompas, 2013) ini berisi 318 tulisan tajuk yang dikumpulkan ketika DH Assegaf bertugas sebagai penulis tajuk tamu pada harian yang pernah jadi ikon media di Jawa Timur ini.
 
Dua sahabat ini memang wartawan sezaman. Bila masih ada, usia Pak Assegaf hanya terpaut satu tahun dari Pak JO. Sama-sama wartawan pejuang Indonesia, dua sahabat yang selalu mengisi hidupnya dengan berjuang lewat pena.

Mereka saling memanggil "Bung", panggilan khas di masa revolusi kemerdekaan. Dua sahabat mereka yang lain, juga terkait dengan buku ini, pendiri harian Surabaya Post, suami-istri wartawan yang keduanya pun sudah almarhum: Abdul Aziz dan Toety Azis.

Saya terlibat sebagai penyunting-penulis buku itu, memilah dan mengelompokkan 318 tulisan tajuk itu dalam topik-topik utama. Sekaligus saya pula yang mendampingi DH Assegaf selama satu tahun (2011-2012) mempersiapkan buku ini.

Saya ingat, Pak Assegaf hanya merujuk satu orang yang paling pantas menulis pengantar untuk karyanya ini: Pak Jakob Oetama. Dan betul, mengalirlah pengantar yang indah itu.

Pengantar yang bukan cuma mengantar pembaca untuk menikmati buku ini, tetapi juga mengajarkan kita semua yang membacanya, untuk selalu menghargai persahabatan. Menghargai persahabatan adalah juga menghargai jejak karya, dan menghargai pilihan. Termasuk bagaimana Pak JO menghargai sahabatnya yang kemudian memilih menjadi wartawan-partai karena mendirikan harian Suara Karya, surat kabar Golkar di era Orde Baru, dan sampai kemudian ikut mendirikan Partai Nasdem.

Saya ingin menampilkan seluruh tulisan pengantar Pak JO untuk buku Pak Assegaf di bagian bawah. Tulisan yang indah ini-–meskipun tentu risetnya pastilah dibantu oleh teman-teman Litbang Kompas--adalah pelajaran bagi kita semua. Utamanya di masa-masa krusial tahun politik ini.

Pak JO jelas memberi pesan, perbedaan kita, jangan pernah melunturkan persahabatan dan keindonesiaan kita. Selamat tambah bilangan usia, Pak Jakob Oetama! Sehat, bahagia senantiasa.

***

Sampul buku Zaman Keemasan Soeharto, Tajuk Rencana Harian Surabaya Post 1989-1993 (Penerbit Buku Kompas, 2013) karya DH Assegaff.ISTIMEWA Sampul buku Zaman Keemasan Soeharto, Tajuk Rencana Harian Surabaya Post 1989-1993 (Penerbit Buku Kompas, 2013) karya DH Assegaff.

Pengantar Jakob Oetama untuk DH Assegaf

Diminta Bung H. Djafar Hussin Assegaff membuat Sekapur Sirih atas kumpulan tajuk rencana Surabaya Post, terbit tahun 1989-1993 yang ditulisnya dua kali dalam seminggu, terdiri atas 318 judul bertema nasional sesuai penugasan Pemred Surabaya Post Ny Toety Azis, mengingatkan saya pada sosok-sosok suami-istri Abdul Aziz dan Toety Azis.
   
Mereka sudah almarhum. Abdul Azis meninggal pada 5 Juli 1984, Toety Azis pada 6 April 1999. Soerabaya Post, harian sore yang mereka dirikan dan mereka asuh, terbit pertama tanggal 1 April 1953 ditutup oleh ketiga ahli warisnya Indriyani Azis, Indra Azis dan Iwan Jaya Azis, tanggal 22 Juli 2002. Harian sore ini tercatat pernah menjadi "ikon" Surabaya dan Jawa Timur.

Tanpa maksud mencampuri urusan internal Surabaya Post yang terjadi—mulai dari pergolakan hampir 20 tahun setelah mengalami kejayaan pada tahun 1970-1980, penutupan hingga persoalan ikutan kemudian—saya sependapat dengan Daniel Dhakidae (Kompas, 7 April 1999)). Misi harian ini membangun bangsa yang berpendidikan. Karena itu bersamaan pula mereka terbitkan suplemen "Bekal", bahan pendidikan bagi anak-anak sekolah menengah pertama dan atas, juga sebuah majalah wanita sebagai upaya diversifikasi. Jurnalistik pers yang dikembangkan senantiasa mempertimbangkan segala sesuatu dan tidak bersikap ekstrem. Ekstremitas tidak cocok dengan kultur masyarakat Indonesia.

Sifat awal harian ini seperti ditulis Abdul Azis dalam edisi perdana korannya: dingin, konservatif, nonpolitik. Menurut Hotman Siahaan dan Rosihan Anwar, "karena Azis membuat Surabaya Post bergaya tabloid yang menitikberatkan hiburan dan kegembiraan, maka kesan dingin dan konservatif hilang dalam perkembangannya" (Kompas, 7 April 1999).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com