Hak untuk menyampaikan pendapat, kata Usman, tercantum dalam Pasal 28E ayat 3 UUD 1945.
Bahkan, hak itu juga dijamin hukum internasional. Usman mengacu pada International Convenant of Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
Sementara itu, terkait tindakan anarkis dalam aksi yang diikuti ketujuh terdakwa, Usman berpandangan, polisi seharusnya menelusuri lebih lanjut.
"Tidak bisa dipungkiri, dalam sebuah unjuk rasa, memang ada pihak-pihak yang melakukan kekerasan, ini yang seharusnya diselidiki lebih lanjut oleh polisi," tutur Usman.
"Bukan malah memidanakan mereka yang berekspresi secara damai," kata dia.
Baca juga: Proses Hukum 7 Tapol Papua Dinilai Bias Rasial dan Tak Penuhi Unsur Keadilan
Sementara itu, peneliti Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai, perbuatan tujuh terdakwa tersebut tidak bisa digolongkan ke dalam perbuatan makar sebagaimana yang dituduhkan.
Jika ketujuh terdakwa diyakini terbukti terlibat makar, maka semua orang yang berpartisipasi dalam protes melawan rasisme pada saat itu bisa dikenakan pasal makar.
"Di sinilah kita mengatakan penegakan hukum terhadap mereka sudah diskriminatif sejak awal," tegas Ardi.
Baca juga: 7 Tapol Divonis Makar, Imparsial: Pemerintah Sedang Merasa Terancam
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.