Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengakui memiliki masalah yang sama.
Baca juga: BP2MI Akui Tak Punya Data Terpadu Seputar ABK di Kapal Asing
Kemenlu, kata dia, baru mendapat informasi ketika masalah sudah terjadi.
"Kami di Kemenlu dan juga di perwakilan tidak punya data yang akurat mengenai berapa jumlah pekerja kita yang bekerja di kapal ikan,” tutur Judha melalui diskusi yang sama.
Ia mengatakan, banyak pula WNI yang berangkat tidak sesuai prosedur. Akibatnya, data WNI tersebut tidak terekam di dalam negeri sehingga perwakilan Indonesia di negara lain tidak menerima data.
Tumpang tindih
Isu lain yang diungkapkan Benny adalah tidak ada pembagian kewenangan yang jelas antarinstitusi sehingga menjadikan tata kelola ABK karut-marut.
Tumpang tindih disebabkan wewenang yang sama antarkementerian dalam mengeluarkan surat izin penempatan ABK.
"Karut-marutnya persoalan tata kelola ABK ini disebabkan tidak adanya kejelasan dan ketegasan dalam pengaturan pembagian kewenangan, serta pihak-pihak yang berhak untuk melakukan penempatan," kata Benny.
Misalnya, Kementerian Perdagangan atau Dinas Perdagangan dapat mengeluarkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) penempatan ABK oleh manning agency atau agen awak kapal.
Kemudian, Kementerian Perhubungan mengeluarkan Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK).
Demikian juga Kementerian Tenaga Kerja mengeluarkan Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) kepada Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).
Baca juga: BP2MI Berencana Serahkan 411 Aduan ABK ke Polri
Tumpang tindih aturan tersebut juga diutarakan oleh Judha.
Hal itu dinilai akan membingungkan pelaksanaan di lapangan.
“Tentu membingungkan bagi awak kapal kita, kedua membingungkan juga bagi manning agency, agen awak kapal, lalu juga membingungkan bagi penegakan hukum,” tutur Judha.
Perbudakan modern