Tidak efektifnya regulasi yang ada dinilai berkontribusi meningkatkan kerentanan para ABK menjadi korban perbudakan modern.
“Penegakan hukum yang masih lemah terhadap untuk memberi efek jera para pelaku bisnis penempatan kotor," kata Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno pada diskusi yang sama.
Ia berpandangan, para ABK WNI memiliki kerentanan berlipat ketika bekerja di kapal asing.
Hariyanto mengatakan, kerentanan tersebut muncul karena penempatan ABK asal Indonesia hanya dipandang sebagai bisnis.
Cara pandang itu yang membuat posisi ABK asal Indonesia kerap menjadi obyek perbudakan.
SBMI mencatat, bentuk-bentuk perbudakan modern di atas kapal yang dialami ABK selama ini menyangkut aspek tenaga atau fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi.
Dalam pandangannya, ego sektoral masing-masing kementerian/lembaga memperparah kondisi tersebut. Setiap kementerian/ lembaga terkait isu ini terkesan berjalan sendiri.
Hilangkan ego sektoral
Persoalan ego antarlembaga juga disinggung Judha. Ia berharap, kasus ABK Indonesia di Kapal Long Xing 629 menyadarkan seluruh pihak terkait pentingnya tata kelola yang baik.
Maka dari itu, Judha mengajak seluruh pihak terkait menanggalkan ego sektoral demi terwujudnya tata kelola yang lebih baik.
“Kita selesaikan proses tata kelola penempatan satu pintu, tanpa lagi mengedepankan ego sektoral masing-masing,” ujar Judha.
Baca juga: Bareskrim Periksa 14 ABK WNI di Kapal Long Xing 629
Menanggalkan ego sektoral masing-masing dibutuhkan untuk menuntaskan “utang” pemerintah berupa rancangan peraturan perlindungan (RPP) awak kapal laut.
RPP merupakan mandat atau turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran.
Pada Pasal 4 Ayat (1) huruf c UU tersebut disebutkan, pelaut awak kapal dan pelaut perikanan termasuk sebagai pekerja migran Indonesia.
Kemudian, Pasal 63 UU yang sama berbunyi, “Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dan pelindungan pelaut awak kapal dan pelaut perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf c diatur dengan peraturan pemerintah”.