Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/05/2020, 08:08 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - DPR RI memutuskan membuka Masa Persidangan III 2019-2020 di tengah pandemi Covid-19, yaitu pada Senin (30/3/2020).

Kala itu, Ketua DPR Puan Maharani menyatakan pembukaan masa sidang merupakan wujud komitmen DPR terhadap upaya penanganan pandemi virus corona di tanah air.

"Dalam masa darurat, semua kegiatan DPR akan diarahkan untuk membantu atasi wabah corona," kata Puan ketika menyampaikan pidato pembukaan masa sidang.

"Kalau tidak ada sidang paripurna, maka status DPR akan tetap reses, tidak bisa melakukan fungsinya secara maksimal," sambungnya.

Baca juga: Obat Herbal dari Satgas Covid-19 DPR Akhirnya Peroleh Izin BPOM

Rapat paripurna saat itu diselenggarakan dengan protokol ketat untuk mencegah penyebaran Covid-19 di gedung DPR. Kehadiran anggota dewan dalam rapat dibatasi dengan ketentuan-ketentuan khusus.

Puan pun berjanji DPR akan fokus pada isu-isu terkait dampak wabah virus corona di berbagai sektor.

Ia menyebutkan DPR mencermati berbagai persoalan yang timbul di masyarakat atas pandemi virus corona yang melanda negeri.

"Fungsi pengawasan DPR pada masa sidang ke-III ini, akan lebih difokuskan pada dampak wabah virus corona di berbagai bidang dan sektor," ucapnya.

Baca juga: Penampakan Obat Herbal yang Dibagikan Satgas Covid-19 DPR, Tak Ada Label BPOM

"Fungsi pengawasan juga tetap dilakukan terhadap permasalahan-permasalahan yang menjadi perhatian rakyat di berbagai bidang dan sektor," lanjut Puan.

Apakah fungsi tersebut dijalankan? Ini rangkuman Kompas.com atas kerja-kerja DPR satu bulan terakhir selama pandemi corona.

1. Sahkan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja serta RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan

Kamis (2/4/2020), DPR kembali menggelar rapat paripurna dengan agenda pembacaan surat presiden (supres) dan draf omnibus law RUU Cipta Kerja.

Lewat rapat paripurna hari itu, DPR menyepakati pembahasan RUU Cipta Kerja diserahkan kepada Badan Legislasi (Baleg).

Padahal, berbagai kelompok masyarakat sipil telah mendesak DPR agar menunda pembahasan RUU Cipta Kerja.

Baca juga: Tanggulangi Wabah Virus Corona, Satgas Covid-19 DPR Lakukan 3 Aksi Nyata

"Surat Presiden tanggal 7 Februari berkenaan RUU tentang Cipta Kerja yang telah dibawa dalam rapat konsultasi pengganti Badan Musyawarah dan telah disepakati untuk diserahkan kepada Badan Legislasi," kata Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin selaku pemimpin rapat.

Tak hanya itu, paripurna menyepakati kelanjutan pembahasan RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan yang sempat ditunda DPR periode sebelumnya.

Dalam rapat, Azis mengatakan, Komisi III DPR telah melaporkan kedua RUU akan diselesaikan dan disahkan pekan depan.

Namun, belakangan Ketua Komisi III Herman Herry membantah RKUHP dan RUU PAS diselesaikan dalam sepekan.

Baca juga: Bentuk Satgas Covid-19, DPR Bantu Pemerintah Hadapi Pandemi Corona

"Persetujuan terhadap tindak lanjut pembahasan RUU Pemasyarakatan dan RKUHP, kami telah menerima dan berkoordinasi dengan pimpinan Komisi III dan kami menunggu tindak lanjut dari pimpinan Komisi III yang meminta waktu satu pekan dalam rangka pengesahan untuk dibawa ke Keputusan Tingkat II," ujarnya.

Bersamaan dengan itu, DPR menyepakati Rancangan Peraturan DPR tentang Pembentukan Undang-undang. Salah satu isi tata tertib itu mengenai rapat virtual dalam pembahasan RUU.

Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi mendesak Presiden Joko Widodo untuk menunda pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja.

Baca juga: Pengusaha Jamu Protes Satgas Lawan Covid-19 DPR Impor Jamu dari China

Ia meminta presiden menarik supres dan draf RUU Cipta Kerja dan menyempurnakannya lagi.

"Kami mendesak Presiden menyatakan untuk menunda pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja dalam Rapat Kerja bersama DPR dan sekaligus menarik Surat Presiden (Supres), Draf, dan Naskah Akademik RUU Cipta Kerja untuk disempurnakan dengan menghilangkan pasal-pasal kontroversial yang bertentangan dengan prinsip negara hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan," ujar Fajri, Selasa (14/4/2020).

PSHK juga meminta DPR untuk menunda pembahasan seluruh RUU, termasuk RUU Cipta Kerja, sampai masa Darurat Bencana Nasional dan Darurat Kesehatan Masyarakat dinyatakan berakhir.

Baca juga: Tak Gabung dalam Satgas Lawan Covid-19 DPR, Demokrat: Kami Sudah Melangkah Jauh

"DPR harus lebih fokus dan kritis untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam penanganan Covid-19. Pengawasan harus dilakukan untuk menjaga agar pemerintah tetap menjalankan kewenangannya sesuai dengan prinsip negara hukum," tegasnya.

Namun, nyatanya berbagai desakan itu diabaikan DPR dan pemerintah. Pembahasan RUU Cipta Kerja terus berlanjut dengan menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan.

2. Bentuk Satgas Lawan Covid-19

DPR membentuk dan meluncurkan Satgas Lawan Covid-19 yang beranggotakan para anggota dewan lintas fraksi.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad selaku koordinator mengatakan, satgas bertujuan untuk membantu pemerintah dalam percepatan penanganan Covid-19 di daerah-daerah.

"Satgas ini membantu pemerintah dalam mempercepat penanganan Covid-19 di tiap daerah," kata Dasco dalam konferensi pers di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (9/4/2020).

Baca juga: Selain Satgas Lawan Covid-19, DPR Bentuk Tim Pengawas Penanganan Covid-19

Ia menjelaskan, Satgas Lawan Covid-19 akan mengoneksikan donatur lokal ke rumah sakit atau puskesmas di masing-masing daerah untuk memenuhi kebutuhan berbagai alat kesehatan hingga alat pelindung diri (APD).

Dasco menegaskan bahwa satgas tidak menerima donasi dalam bentuk uang. Satgas Lawan Covid-19 dikatakan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan BNPB.

"Sebagai catatan, satgas tdak menerima sumbangan dalam bentuk uang, tetapi dalam bentuk alkes, masker, APD, ventilator, dan alat pendukung medis lainnya yang akan langsung didistribusikan ke rumah sakit rujukan dan puskesmas yang ada," ujar dia.

Baca juga: Tanpa APBN, Ini yang Akan Dilakukan Satgas Lawan Covid-19 Bentukan DPR

Ia menyatakan, pembentukan Satgas Lawan Covid-19 ini merupakan inisiasi personal para anggota dewan. Satgas Lawan Covid-19, lanjut Dasco, tidak menggunakan anggaran DPR.

"Pembentukan satgas ini tdak menggunakan anggaran DPR, tetapi memakai anggaran iuran dari anggota DPR serta para anggota DPR ikut bergotong royong ikut membantu menyumbang di daerah masing-masing melalui satgas ini," kata Dasco.

Kendati demikian, kerja satgas pun menuai kritik. Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Charles Simabura, meminta DPR tidak lupa dengan tugas dan fungsi pokok di bidang pengawasan dan penganggaran terkait penanganan Covid-19 yang dilaksanakan pemerintah.

Baca juga: Bentuk Satgas Lawan Covid-19, DPR Diingatkan Tak Lupa Awasi Pemerintah

Charles mengatakan seluruh kegiatan yang bersifat eksekusi sejatinya merupakan kewenangan pemerintah.

"Yang saya maksud, fungsi pengawasan dan anggaran yang dioptimalkan dalam konteks Covid-19. Eksekusi semua kegiatan kan ada di pemerintah. Nah, DPR bikin pengawasan terhadap kinerja pemerintahan," kata Charles, Kamis (9/4/2020).

Ia menilai pembentukan Satgas Lawan Covid-19 yang berada di bawah koordinasi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad sesungguhnya bukan bagian dari tugas dan fungsi DPR.

Baca juga: Polemik RUU Cipta Kerja: Nasib Pekerja di Tangan Penguasa dan Pengusaha

Foto produk Herbavid19 yang dibagikan Satgas Lawan Covid-19 DPR ke rumah sakit.Dokumen Satgas Lawan Covid-19 DPR Foto produk Herbavid19 yang dibagikan Satgas Lawan Covid-19 DPR ke rumah sakit.

Satgas bentukan DPR itu dikatakan bertujuan membantu pemerintah dalam percepatan penanganan Covid-19 di daerah-daerah. Satgas beranggotakan para anggota dewan lintas fraksi.

"Satgas bukan pada posisi melakukan kerja-kerja teknis seperti di atas, apalagi jadi inisiatif pribadi," ujar Charles.

3. Gunakan APD dan bagikan obat herbal yang belum punya izin BPOM

Para anggota satgas pun sempat disorot lantaran berfoto memakai APD saat hendak mendistribusikan bantuan.

Kiritik itu dijawab dengan alasan bahwa APD sekali pakai itu difungsikan sebagai seragam satgas demi mencegah penularan saat memberikan bantuan ke berbagai rumah sakit.

Selain itu, Satgas Lawan Covid-19 juga ramai dikritik setelah diketahui memberikan obat herbal bernama Herbavid19 untuk pasien Covid-19.

Baca juga: Masuki Bulan Ramadhan, Puan Minta Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan DItunda

Satgas percaya diri membagikannya ke berbagai rumah sakit setelah Dasco mengakui keampuhannya menyembuhkan Covid-19.

Dasco yang mengaku sempat positif Covid-19 pada Maret 2020, menyatakan sembuh dari penyakit tersebut setelah melakukan isolasi mandiri dan rutin meminum Herbavid19.

Baca juga: Sembuh dari Covid-19, Kesakitan Belum Tentu Usai...

Namun, meski telah dibagikan ke berbagai rumah sakit secara cuma-cuma, saat itu Herbavid19 belum memiliki izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

"Saat ini sedang berproses izin edar di Badan POM. Namun, sudah konsultasi dan tidak ada bahan baku yang dilarang," Deputi Hukum dan Advokasi Satgas Lawan Covid-19, Habiburokhman, Selasa (28/4/2020).

Baca juga: Ini 4 Aspek Omnibus Law Cipta Kerja yang Penting untuk UMKM

Habiburokhman pun membantah isu yang menyebutkan Herbavid19 merupakan obat herbal yang diimpor dari China.

Ia menegaskan Herbavid19 diproduksi di dalam negeri, meski diakui ada sebagian bahan obat yang diimpor dari China.

Dia juga menyatakan bahwa Herbavid19 diproduksi dengan merujuk pada publikasi jurnal ilmiah internasional.

"Herbavid 19 adalah obat herbal yang juga dibuat industri lokal, dibuat di Indonesia dan diproduksi oleh orang Indonesia. Bahan obatnya ada sebelas jenis, yang delapan jenis ada di Indonesia dan tiga impor dari China karena memang tidak ada di Indonesia," jelasnya.

Baca juga: Menurut Pengusaha, Ini 5 Risiko jika Klaster Ketenagakerjaan Tak Dimasukkan dalam Omnibus Law

Ahli farmakologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Sugiyanto mengatakan, izin dari BPOM wajib dipenuhi untuk menjamin keamanan dan khasiat obat yang akan diedarkan.

"Bukan 'hanya' diperlukan. (Izin BPOM) itu syarat mutlak keamanan dan khasiat (obat) itu," kata Sugiyanto, Selasa (28/4/2020).

Dia menuturkan, obat yang tidak dijamin keamanan maupun khasiatnya, tidak boleh digunakan baik secara gratis maupun berbayar.

Obat yang beredar tanpa izin BPOM, lanjut Sugiyanto, dapat dinyatakan sebagai pelanggaran administratif dan tak menutup kemungkinan menjadi pelanggaran pidana.

Baca juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja Berpotensi Merugikan Buruh Perempuan

"Pelanggaran administratif bisa menjadi pidana kalau di situ ada unsur penipuan. Misalnya klaim khasiatnya tidak terbukti atau manakala obat menyebabkan efek toksik yang serius misal cacat badan atau kematian," ujar Sugiyanto.

Namun, Sugiyanto menyebut bahwa dalam keadaan darurat seperti pandemi Covid-19 ini ada beberapa pengecualian terkait ketentuan tersebut.

Di lain sisi, ia pun mempertanyakan langkah DPR menyebarkan obat herbal yang menurutnya telah melampaui kewenangan sebagai lembaga legislatif.

"Tentu kalau pada masa darurat seperti ini ada beberapa pengecualian dan BPOM yang berhak menjawab," kata dia.

Belakangan, BPOM mengeluarkan izin obat herbal tersebut.

Baca juga: Pakar Hukum: Kalau Cuma Mau Sederhanakan Perizinan Tak Usah Omnibus Law

"Hari ini BPOM Republik Indonesia sudah mengeluarkan izin edar bagi Herbavid-19. Teregistrasi dengan nomor TR203643421," kata Deputi Hubungan Antar Lembaga Satgas Lawan Covid-19 DPR RI Melki Laka Lena kepada wartawan, Kamis (30/4/2020).

Kompas.com telah mengecek nomor registrasi tersebut di situs resmi BPOM. Obat herbal tersebut terdaftar pada Kamis hari ini.

Meski demikian, obat tersebut sudah dibagikan oleh DPR sejak beberapa hari lalu. Melki mengatakan, Herbavid-19 diberikan secara cuma-cuma kepada pasien Covid-19, baik yang dirawat di rumah sakit, puskesmas, maupun yang menjalani karantina mandiri.

"Kami memberikan apresiasi kepada BPOM dengan memberi dukungan kepada Satgas Lawan Covid-19 DPR untuk semakin masif melakukan kerja kemanusiaan memerangi pandemi ini secara lebih luas lagi," ucap Melki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com