JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong pemangku kepentingan segera membuat payung hukum penundaan Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2020.
Sebab, meski telah disepakati pemungutan suara Pilkada 2020 ditunda hingga 9 Desember, belum ada aturan yang menetapkan penundaan tersebut.
"Kemarin sudah disimpulkan dalam rapat kerja antara Komisi II, pemerintah, KPU, Bawaslu dan DKPP bahwa pilkada ditunda sampai 9 Desember 2020. Tapi kita belum punya payung hukumnya," kata Wakil Direktur Perludem, Khoirunnisa Agustyati, dalam sebuah diskusi yang digelar Kamis (16/4/2020).
Baca juga: Perludem Usul Pilkada 2020 Diundur ke Juni 2021
Menurut Khoirunnisa, payung hukum penundaan Pilkada 2020 harus mengatur soal siapa pihak yang berwenang.
Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan, yang berhak menunda pilkada adalah KPU daerah.
Jika yang ditunda adalah pilkada tingkat kabupaten/kota, yang berhak melakukan penundaan adalah KPU provinsi.
Sedangkan jika yang ditunda pilkada tingkat provinsi, yang menunda yaitu pihak Kementerian Dalam Negeri.
Baca juga: Bawaslu Sempat Usulkan Pilkada 2020 Diundur ke 2021
Aturan ini, kata Khoirunnisa, seharusnya diperjelas lagi.
"Jadi menunda ini bukan kewenangannya KPU walaupun kemarin sudah sudah diputuskan dalam rapat kerja bersama," ujar dia.
Khoirunnisa melanjutkan, payung hukum seharusnya juga mengatur teknis penundaan tahapan pilkada pra pemungutan suara.
Misalnya, tahapan pendaftaran pemilih, pencocokan dan penelitian, verifikasi faktual bakal calon perseorangan, hingga pelantikan penyelenggara pemilu ad hoc.
Baca juga: Ketua Komisi II DPR: Perppu Penundaan Pilkada Harusnya Tak Atur Waktu Pemungutan Suara