Putusan MK memerintahkan KPU untuk mengoreksi perolehan suara Hendri Makaluasc, tanpa perintah koreksi perolehan suara Cok Hendri Ramapon.
Sedangkan Bawaslu memerintahkan KPU untuk mengoreksi perolehan suara Hendri Makaluasc serta Cok Hendri Ramapon.
Baca juga: KPU Tunjuk Hasyim Asyari Jadi Pengganti Sementara Evi Novida
Atas dasar itu, KPU pun memutuskan untuk menjalankan putusan MK karena putusan MK bersifat final dan mengikat.
"Kan seharusnya tidak ada banding atau apa lagi terhadap putusan MK," ujar Komisioner KPU Evi Novida yang juga hadir dalam konferensi pers.
"Dan tidak ada satu lembaga pun berhak menafsirkan putusan MK, yang berhak itu cuma MK sendiri. Jadi kan kita menjalankan bukan sebagai lembaga penafsir putusan MK," lanjutnya.
2. Tak berdasar
Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik pun mengaku keberatan atas putusan DKPP tersebut.
Menurut Evi, DKPP sebenarnya sudah tidak punya dasar untuk mengadili perkara yang diajukan oleh Hendri Makaluasc.
Sebab, Hendri telah mencabut gugatannya pada 13 November 2019, setelah sebelumnya mengajukan gugatan pada 18 Oktober 2019.
Baca juga: KPU Sebut Komisioner Evi Novida Tak Pernah Ubah Hasil Pemilu
"Pencabutan pengaduan karenanya mengakibatkan DKPP tidak mempunyai dasar untuk menggelar peradilan etik lagi dalam perkara ini," kata Evi di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/3/2020).
Menurut Evi, pencabutan gugatan secara langsung disampaikan Hendri Makaluasc saat persidangan di hadapan Majelis Hakim DKPP.
Kepada majelis, Hendri juga telah menyampaikan alasan-alasannya mencabut gugatan.
Evi berpandangan, dengan dicabutnya perkara tersebut oleh penggugat, tidak ada lagi pihak yang merasa dirugikan.
Dengan tidak adanya pihak yang merasa dirugikan, DKPP dinilai tak punya wewenang untuk mengadili dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Baca juga: Dipecat, Komisioner KPU Evi Novida Akan Gugat Putusan DKPP ke PTUN
Sebab, kata Evi, DKPP hanya memiliki kewenangan secara pasif untik mengadili perkara, sehingga tak bisa secara aktif memeriksa dugaan pelanggaran jika tak ada laporan.
"Ini sudah melampaui kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 kepada DKPP sebagai lembaga peradilan etik yang pasif," ujar dia.
3. Cacat hukum
Putusan terkait perkara ini juga dinilai cacat hukum.