JAKARTA, KOMPAS.com - Draf dan surat presiden (surpres) omnibus law RUU Cipta Kerja telah diterima DPR sejak 12 Februari 2020. Namun, hingga kini belum ada tanda-tanda akan segera dibahas.
Padahal, Presiden Joko Widodo punya target, RUU tersebut bisa dituntaskan dalam 100 hari kerja.
Sejak draf diserahkan pemerintah, pimpinan DPR belum juga menggelar rapat untuk menyepakati pembahasan RUU Cipta Kerja lewat paripurna.
Pada Selasa (25/2/2020), Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan hingga saat ini memang belum ada jadwal rapat pimpinan untuk membahas draf RUU Cipta Kerja.
Azis mengatakan setelah draf RUU Cipta Kerja diterima DPR, selanjutnya ada mekanisme formal yang harus dilalui melalui Kesetjenan DPR dan pimpinan.
Namun, Azis menyebut belum ada kesepakatan di antara pimpinan untuk menggelar rapat.
Baca juga: Wakil Ketua DPR Sebut Belum Ada Kesepakatan Bahas Draf RUU Cipta Kerja
Rapat pimpinan semestinya akan membawa draf RUU Cipta Kerja ke rapat badan musyawarah (bamus), untuk kemudian disepakati dalam rapat paripurna.
Lewat rapat bamus itu juga DPR menyepakati siapa yang melakukan pembahasan RUU Cipta Kerja bersama pemerintah, apakah Badan Legislasi (Baleg) atau panitia khusus (pansus).
Baca juga: Pemerintah Segera Sosialisasi Omnibus Law RUU Cipta Kerja
"Walaupun saya sebagai Wakil Ketua Bidang Korpolkam yang dari kader Partai Golkar menyampaikan untuk segera dibawa ke paripurna. Tapi kan pimpinan-pimpinan yang lain masih belum menyepakati, masih menunggu," kata Azis di DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (25/2/2020).
Oleh karena itu, ia memastikan pembahasan draf omnibus law RUU Cipta Kerja tidak akan dilakukan di masa persidangan ini. Sebab, masa persidangan II Tahun 2019-2020 akan berakhir pada 27 Februari 2020.
"Ya, sudah dilanjutkan masa sidang besok setelah tanggal 23 Maret," ujar dia.
Omnibus law RUU Cipta Kerja ditolak sejumlah kelompok pekerja. Misalnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang punya sembilan alasan mengapa RUU Cipta Kerja mesti ditolak.
Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan RUU Cipta Kerja tidak berlandaskan pada tiga prinsip buruh.
Ketiga hal itu adalah job security atau perlindungan kerja, income security atau perlindungan terhadap pendapatan serta social security atau jaminan sosial terhadap pekerjaan.
Baca juga: KSPI Sebut Omnibus Law Hanya Akomodir Kepentingan Pengusaha
Beberapa alasan KSPI menolak RUU Cipta Kerja di antaranya, karena hilangnya upah minimum, penggunaan outsourcing yang bebas, jam kerja eksploitatif, dan potensi masa kontrak tak terbatas bagi pekerja.
Selain KSPI, penolakan juga datang dari Migrant Care. Eks Pekerja Migran Indonesia (PMI), Siti Badriah, mengatakan RUU Cipta Kerja memangkas hak-hak buruh.
"Para buruh migran Indonesia menolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja karena hak-hak buruh dipangkas. Itu sangat mencederai buruh," kata Siti Badriah di Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah akan segera melakukan sosialisasi omnibus law RUU Cipta Kerja.
Ia mengatakan pemerintah telah menyusun jadwal sosialisasi RUU Cipta Kerja kepada publik.
"Kami akan mulai dalam waktu ini sudah harus dijadwalkan dan mulai, di beberapa tempat sudah mulai berjalan. Secara pararel dengan proses politik di DPR," kata Airlangga di DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Baca juga: Bertemu Perwakilan Buruh, Mahfud Ungkap 3 Persoalan RUU Cipta Kerja
Airlangga menjelaskan pemerintah memang berencana melakukan sosialisasi RUU Cipta Kerja setelah surat presiden (surpres) terkait RUU tersebut resmi diterbitkan.
"Kami akan memulai sosialisasi sesudah surpres (terbit)," tuturnya.
"Kan tidak bisa kami bikin sosialisasi terhadap sesuatu yang masih di awang-awang," lanjut Airlangga.
Baca juga: Puan Sebut Pemerintah Tak Maksimal Sosialisasikan Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Selain itu, sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga menyatakan saat ini partai koalisi pemerintah tengah menggalang dukungan politik dari partai oposisi terkait omnibus law RUU Cipta Kerja.
Dia mengatakan PKS telah menyatakan dukungan untuk RUU Cipta Kerja meski dengan sejumlah catatan.
"Proses politik sedang berjalan. Salah satunya kemarin sudah ketemu PKS. PKS setuju transformasi struktural dan secara prinsip mendukung omnibus law, baik RUU Perpajakan maupun Cipta Kerja," tuturnya.
Baca juga: Menurut Mahfud MD, Ada 2 Kesalahan di Pasal 170 RUU Cipta Kerja
Airlangga mengatakan, komposisi partai koalisi pendukung pemerintah di DPR sudah 75 persen.
Oleh karena itu, koalisi pendukung pemerintah fokus mendekati partai oposisi agar mendapat tambahan dukungan.
"Yang lain sudah. Kan catatan juga pemerintah didukung 75 persen kursi di DPR dan 75 persen sudah," ujar Airlangga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.