Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Masuk Ranah Eksekutif, Busyro Khawatir Pembangunan Infrastruktur Dikorupsi

Kompas.com - 12/02/2020, 15:51 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas khawatir berbagai proyek pemerintah terkait pembangunan infrastruktur akan dicederai praktik korupsi.

Sebab, sejak Undang-Undang KPK direvisi, KPK ditempatkan pada rumpun kekuasaan eksekutif.

Atas dasar hal tersebut, menurut Busyro, bukan tidak mungkin proyek pembangunan terancam kekuatan korup.

Baca juga: Soal KPK Dilibatkan Revisi UU KPK, Laode: Pak Arteria Pasti Berbohong

Pernyataan ini Busyro sampaikan saat menjadi ahli dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (12/2/2020).

"Bukan tidak mustahil kasus-kasus mega infrastruktur lain akan terancam dari pengaruh-pengaruh, dari intensitas, kekuatan-kekuatan korup," kata Busyro.

"Dan saya sangat khawatir jika itu juga mengenai proyek-proyek besar pemerintah kita, misal rencana pemindahan ibu kota," tuturnya.

Busyro mengatakan, hingga saat ini, masih ada sejumlah kasus megakorupsi yang belum tuntas penyelesaiannya. Mulai dari kasus e-KTP, Hambalang, BLBI, hingga megaproyek Meikarta.

Baca juga: Jawab Arteria, Agus Rahardjo: Sejak Awal Gugat UU KPK Kami sebagai Warga yang Dirugikan

Dengan masuknya KPK dalam rumpun eksekutif, Busyro khawatir kasus-kasus tersebut akan semakin sulit diselesaikan.

Menurut dia, menempatkan KPK menjadi bagian dari eksekutif justru merusak independensi KPK sendiri. Hal ini dinilai sebagai bagian dari upaya pelemahan lembaga antirasuah itu.

"Bahwa hadirnya pasal-pasal sebagaimana tersebut di atas merupakan bentuk pelemahan terhadap KPK dan menunjukkan adanya upaya sistematis menolak gerakan pemberantasan korupsi," ujar Busyro.

Busyro mengatakan, tidak ada satu pun hubungan kausalitas yang membenarkan bahwa upaya peningkatan fungsi koordinasi antara KPK, kejaksaan dan kepolisian dapat dilakukan dengan mereposisi kedudukan KPK menjadi bagian dari eskekutif.

Baca juga: Tujuh Pembelaan Pemerintah dan DPR atas Revisi UU KPK...

Oleh karena itu, telah terjadi distorsi pada Pasal 1 Angka 3 UU KPK yang mengatur bahwa KPK termasuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif.

Ia menyebutkan, pada dasarnya KPK justru dibentuk untuk menghindarkan pengaruh kekuasan rezim dalam upaya pemberantasan korupsi.

"Lahirnya KPK sebagai Lembaga independen agar agenda pemberantasan korupsi tidak terjebak pada konflik kepentingan terutama dalam penanganan kasus-kasus besar yang melibatkan rezim kekuasaan," kata dia.

Baca juga: 2 Permohonan Pengujian UU KPK Hasil Revisi Ditolak MK, Ini Rinciannya

Untuk diketahui, sejak direvisi pada September 2019, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK telah beberapa kali digugat ke Mahkamah Konstitusi.

Gugatan itu dimohonkan oleh sejumlah pihak, mulai dari pegiat antikorupsi, advokat, akademisi, hingga mantan petinggi KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com