Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bias Kepentingan Pemilik hingga Lemah Verifikasi Jadi Sorotan untuk Media

Kompas.com - 09/02/2020, 16:13 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto mengingatkan, media massa di Indonesia untuk introspeksi secara serius. Sebab, ia melihat media di Indonesia cenderung mencoreng sembilan elemen jurnalisme.

Hal itu disampaikan Wijayanto sebagai catatan dalam peringatan Hari Pers Nasional yang jatuh pada Minggu (9/2/2020).

"Media harus melakukan introspeksi dengan sangat serius dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya," kata Wijayanto dalam keterangan pers, Minggu.

"Semakin ditinggalkannya media mainstream oleh publik, seharusnya menjadi peringatan sangat kuat bahwa mereka harus berubah, atau justru musnah," ujarnya.

Baca juga: Hari Pers Nasional, LP3ES Soroti Media Massa yang Jawa Sentris

Ia menilai, media saat ini cenderung menjadi corong dari elite politik yang juga memunggungi nilai-nilai demokrasi, dipenuhi bias dan sensasi.

Media juga dinilai belum menegakkan independensi dan belum maksimal dalam menjalankan disiplin verfikasi.

Misalnya terkait independensi, Wijayanto menyoroti media yang lekat dengan pimpinan partai politik tertentu. Ia menilai, ada media yang menjadi tidak netral saat pemilu sedang berjalan.

"Tampak jelas tidak bisa menjaga jarak dengan kepentingan ekonomi politik pemiliknya sehingga berita mereka menjadi bias. Pemberitaannya selama pemilu tidak dapat dipisahkan dari kepentingan ekonomi politik pemiliknya," kata dia.

Baca juga: Hari Pers Nasional, Menko PMK Ingatkan Tantangan Lawan Hoaks

Selain mencoreng independensi, Wijayanto juga melihat media saat ini mencoreng elemen jurnalisme lainnya, seperti loyalitas kepada publik.

"Dalam pemberitaan yang hanya diisi oleh statement elite politik, maka suara publik gagal dihadirkan dalam pemberitaan media," ucap Wijayanto.

"Salah satu contoh yang menarik baru-baru ini adalah studi yang dilakukan oleh peneliti Drone Emprit. Dalam kebijakan pemindahan ibu kota, Drone Emprit merekam perbincangan di Twitter," kata dia.

Data itu, kata Wijayanto, menyasar teks dan perbincangan di Twitter terkait dengan tawaran Presiden Jokowi terhadap investor di luar negeri dalam forum internasional Abu Dhabi Sustainability Week (ADSW) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, 13 Januari 2020 lalu.

Baca juga: 4 Hal Penting Pidato Jokowi Saat Hari Pers Nasional di Kalsel, Melawan Information Disorder

Drone Emprit menunjukan dari total 15.005 twit, ada 10.336 yang memiliki pandangan negatif tentang pemindahan ibu kota.

Hanya 4.275 twit yang memiliki pandangan positif atau mendukung pemindahan ibu kota serta sebanyak 394 twit beropini netral.

"Sayangnya berlawanan dengan sentiment negatif netizen di dunia maya, bertaburan jejak digitial yang menunjukan bahwa wacana yang dibawa oleh media mainstream sebagian besar masuk dalam kategori sentimen positif dan mendukung narasi pemerintah dengan menjadikan mereka sebagai news sources utamanya," ucap dia.

Baca juga: Blokir Internet di Papua, Presiden Jokowi Digugat Melanggar Kemerdekaan Pers

Ia juga menyebut, disiplin verifikasi masih menjadi persoalan. Wijayanto menilai masih banyak media yang melanggar salah satu prinsip paling esensial dalam kerja jurnalistik.

"Kita bisa menjadikan peristiwa pengejaran KPK terhadap politisi PDI-P Harun Masiku sebagai contohnya. Semula banyak media mainstream yang memberitakan bahwa KPK tak dapat menghadirkan Harun karena dia tengah berada di luar negeri sejak 6 Januari. Penyebabnya adalah karena berita itu lemah dalam verifikasi," ujarnya.

Sebagian besar media dinilainya hanya menjadikan versi resmi pemerintah yaitu melalui pihak Kementerian Hukum dan HAM sebagai sumber berita, lalu memberitakannya begitu saja.

"Hanya Tempo yang melakukan verfikasi dan menemukan bahwa Harun memang pergi ke Singapura pada 6 Januari namun telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari terbukti dari rekaman data penerbangannya dan juga tangkapan CCTV," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com