JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memaparkan empat kebijakan Kampus Merdeka dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/1/2020).
"Pertama adalah pembukaan program studi baru. Kedua, mengenai sistem akreditasi perguruan tinggi; ketiga adalah fasilitas perguruan tinggi yang statusnya masih PTN Badan Layanan Umum dan Satker untuk mencapai PTN-BH; keempat, hak belajar tiga semester di luar program studi mahasiswa tersebut," kata mantan CEO perusahaan rintisan Gojek ini.
Nadiem pun memaparkan satu per satu kebijakan dalam Kampus Merdeka.
Berikut ini penjelasan Mendikbud terkait kebijakan Kampus Merdeka:
Menurut Nadiem, saat ini, baik perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS), kesulitan untuk membuka prodi baru.
Sebab, berbagai macam ketentuan persetujuan prodi baru memakan waktu yang lama.
Oleh karenanya, dalam kebijakan Kampus Merdeka, PTN dan PTS yang memiliki akreditas A dan B memiliki otonomi membuka prodi baru.
Syarat lainnya, PTN dan PTS tersebut memiliki kerja sama dengan organisasi nirlaba, mitra perusahaan dan universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities.
"Kerja sama (dengan organisasi) yang pertama itu adalah dalam penyusunan kurikulumnya. Kedua, kemudian harus membuktikan ada program praktik magangnya dalam organisasi tersebut. Ketiga, ada rekrutmen kerja atau penempatan kerja," ucapnya.
Nadiem mengatakan, tiap prodi yang diajukan otomatis mendapat akreditasi C dari BAN-PTN.
Baca juga: Setelah Kampus Merdeka Lalu Apa? Ini Harapan Ketua Majelis Rektor PTN
Selain itu, ia menegaskan, meskipun pembukaan prodi baru dipermudah, Kemendikbud akan melakukan pengawasan terhadap prodi tersebut bersama yang dilakukan setiap tahun.
"Kami juga berhak menutup prodi, suatu hal yang penting untuk diketahui oleh perguruan tinggi, bukan kita lepas saja, malah kita akan perketat kontrol mekanisme kita bagi prodi-prodi yang merugikan," ucapnya.
Nadiem mengatakan, perguruan tinggi yang berakreditasi B dan C bisa mengajukan kenaikan akreditasi kapan pun dan bersifat sukarela.
Ia menjelaskan, proses akreditasi sudah diterapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) selama lima tahun terakhir.
Baca juga: Kampus Merdeka, Ini Daftar Lembaga Akreditasi Internasional Diakui Kemendikbud
Selain itu, pengajuan kenaikan prodi dapat dibatasi paling lambat dua tahun setelah mendapatkan akreditasi terakhir.
"Bagi perguruan tinggi yang mendapatkan akreditasi di luar negeri, dia akan otomatis mendapatkan A di akreditasi sistem nasional kita," tuturnya.
Nadiem mengatakan, keadaan saat ini, perguruan tinggi negeri badan layanan umum (PTN-BLU) harus mendapat akreditasi A untuk mencapai status perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN-BH).
Selain itu, PTN BLU dan satuan kerja (satker) kurang memiliki fleksibilitas dalam finansial dan kurikulum.
Baca juga: Kebijakan Kampus Merdeka Permudah PTN Berstatus Berbadan Hukum
Oleh karenanya, kata dia, dalam kebijakan Kampus Merdeka, PTN BLU diberikan kemudahan untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi.
"Kami berikan mereka (PTN BLU) akselerasi untuk bisa mencapai status PTN BH. Bagi yang mau. Sekali lagi ini bukan paksaan. Bagi yang mau menjadi PTN BH, ini memang masih didanai oleh pemerintah, tapi bisa beroperasi seperti swasta. Gitu analoginya supaya lebih mudah," tuturnya.
Lebih lanjut, Nadiem mengatakan, mahasiswa diberikan hak secara sukarela untuk mengambil di luar kampus sebanyak dua semester atau setara 40 SKS.
Kemudian, mahasiswa berhak mengambil prodi berbeda di perguruan tinggi yang sama sebanyak satu semester.
Baca juga: 100 Hari Jokowi-Maruf: Kejutan Nadiem soal Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka
Nadiem juga mengatakan, ada perubahan definisi terkait SKS berubah menjadi jam kegiatan, bukan jam belajar.
"Nah, terakhir ini favorit saya. Hak untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan dengan cara itu perubahan definisi satuan kredit atau SKS," pungkasnya.