Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geger Sprinlidik Caleg PDI-P Harun Masiku yang Bocor...

Kompas.com - 17/01/2020, 06:27 WIB
Dani Prabowo,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) terhadap eks caleg Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Harun Masiku tengah ramai diperbincangkan.

Pasalnya, surat yang disebut berasal dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu kini bocor dan mencuat ke publik.

Anggota Komisi III DPR sekaligus politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, adalah pihak yang pertama kali menunjukkan sprinlidik Nomor 146/01/12/2019 tertanggal 20 Desember 2019 saat menghadiri talkshow ILC di TVOne, Selasa (14/1/2020).

Baca juga: Sprinlidik Harun Masiku Dipersoalkan PDI-P, KPK Pastikan Tetap Legal

Hal itu dilakukan Masinton saat membahas kegiatan tim KPK yang hendak menyegel Kantor DPP PDI Perjuangan yang berada di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2020) pekan lalu.

Dari pengesahannya, sprinlidik itu diketahui ditandatangani oleh mantan Ketua KPK Agus Rahardjo bertepatan dengan waktu pelantikan Ketua KPK yang baru, Firli Bahuri.

Seperti diketahui, komisi antirasuah saat ini tengah mengusut perkara dugaan suap terkait penetapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024.

Perkara ini turut menyeret nama komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina, dan pihak swasta bernama Saeful.

Baca juga: Masinton Dapat Bocoran Sprinlidik dari Novel Yudi Harahap, Ini Jawaban Yudi Harahap

Anggota tim hukum PDI-P Maqdir Ismail mempertanyakan keabsahan sprinlidik tersebut.

Sebab, menurut dia, Agus yang merupakan pimpinan KPK periode 2015-2019 dinilai sudah tak memiliki kewenangan menjalankan tugas sejak ketentuan pemberhentian diteken Presiden dalam Keppres Nomor 112/P Tahun 2019 pada 20 Oktober 2019.

"Keppres pemberhentian pimpinan KPK lama itu diteken 20 Oktober 2019. Sementara dalam Keppres itu juga dikatakan pengangkatan terhadap pimpinan baru akan dilakukan pada tanggal 20 Desember," ujar Maqdir di kantor DPP PDI-P, Menteng, Jakarta, Rabu (15/1/2020).

Atas dasar itu pula, ia beranggapan, KPK tak bisa memproses kasus dugaan suap ini.

Pasalnya, apa yang dilakukan KPK berpotensi melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Penjelasan Masinton soal Bocoran Sprinlidik Kasus Wahyu Setiawan

Menanggapi hal itu, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menegaskan, pimpinan lama KPK tetap memiliki wewenang menandatangani sprinlidik.

Hal itu karena belum dilaksanakannya proses pengambilan sumpah jabatan pimpinan baru KPK.

"Berhentinya atau selesainya pimpinan KPK yang lama itu adalah sejak kemudian ada pelantikan ataupun adanya pengambilan sumpah jabatan dari pimpinan KPK yang baru, dalam hal ini adalah Pak Firli dan kawan-kawan," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (16/1/2020).

Baca juga: PDI-P Persoalkan Sprinlidik yang Libatkan Harun Masiku di Kasus Wahyu Setiawan

Lebih jauh, Ali menduga Maqdir justru tak membaca isi keppres itu secara utuh.

Sebab, kata dia, di dalam keppres tersebut telah tertuang secara utuh seluruh ketentuannya.

"Saya tahu bahwa Pak Maqdir (anggota Tim Hukum PDI-P, Maqdir Ismail) orang yang paham betul tentang hukum, kami sangat menyayangkan karena tidak membaca secara utuh Keppres 112/P 2019 tersebut," kata Ali.

Dapat dari Novel Yudi Harahap

Di tengah perdebatan soal keabsahannya, Masinton mengaku mendapatkan sprinlidik tersebut dari seseorang bernama Novel Yudi Harahap pada Selasa siang.

Sprinlidik itu diterimanya sekitar pukul 11.00 WIB di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat.

Baca juga: Masinton Tunjukkan Surat yang Disebut Sprinlidik Saat ILC, Ini Kata KPK

Seusai memperkenalkan diri, orang itu kemudian menyerahkan sebuah map yang disebut sebagai bahan aduan masyarakat kepada Komisi III DPR.

"Setelah menyerahkan map, orang tersebut langsung pergi," kata Masinton dalam keterangan tertulis, Kamis (16/1/2020).

Sebelumnya, Ali mempertanyakan asal muasal sprinlidik yang dipegang Masinton. Sebab, selama ini KPK tidak pernah menyebarkan sprinlidik kepada orang-orang yang tidak memiliki kepentingan dalam perkara yang diselidiki KPK.

Ia pun mengaku tidak tahu mengapa Masinton bisa memiliki surat tersebut. Namun, Ali menegaskan, pihaknya tidak mau menduga-duga bahwa surat tersebut bocor ke publik.

Baca juga: Soal Kasus Harun Masiku, PDI-P Laporkan KPK ke Dewan Pengawas

Di lain pihak, Masinton meminta agar komisioner dan Dewan Pengawas KPK dapat mengusut persoalan bocornya sprinlidik ini.

Sebab, berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sprinlidik termasuk jenis informasi yang dikecualikan atau dirahasiakan.

"Saatnya Dewan Pengawas dan Komisioner KPK melakukan pengusutan pembocoran dokumen internal KPK secara tuntas. Agar KPK menjaga integritas penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang dikerjakan oleh KPK dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak dan media tertentu," kata dia.

Baca juga: Ingin Geledah DPP PDI-P, KPK: Dewas Belum Kasih Izin, KPK Tak Bisa Apa-apa

Sementara itu, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap hanya bisa tersenyum ketika membaca kabar soal pengakuan Masinton yang mendapat sprinlidik dari orang bernama "Novel Yudi Harahap".

Sebab, selama 13 tahun bekerja di tempat itu, ia tidak pernah menemukan nama tersebut.

"Namanya memang hampir mirip dengan nama saya Yudi Purnomo Harahap, tapi tidak ada kata 'Novel' di depan nama saya," kata Yudi dalam keterangan tertulis, Kamis (16/1/2020).

Yudi menjelaskan, ia sedang tidak berada di Jakarta sejak Senin (13/1/2020) lalu. Ia juga mengaku tidak terlibat dalam pengusutan kasus dugaan suap yang melibatkan komisioner KPU, baik sebagai penyelidik maupun penyidik.

Baca juga: PDI-P Serahkan Pencarian Harun Masiku Sepenuhnya ke KPK

Yudi menegaskan siap dikonfrontasi dengan Masinton untuk meluruskan isu tersebut. Ia juga mengaku tak mengetahui alasan Masinton menyebut nama Novel Yudi Harahap sebagai orang yang membocorkan sprinlidik.

"Saya tidak mengetahui apa motif dari orang yang mengaku namanya mirip dengan nama saya tersebut. Apabila keterangan saya dibutuhkan oleh Dewas KPK untuk dikonfrontir dengan Bang Masinton, maka saya bersedia," kata Yudi.

Sebelumnya dalam perkara ini KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu, Agustiani, dan Saeful di tempat berbeda pada 8 Januari 2020.

Sedangkan Harun hingga kini masih berstatus sebagai buron setelah diketahui pergi ke luar negeri sejak 6 Januari atau dua hari sebelum OTT.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com