Ketika kebutuhan menjalankan pemilu yang lebih praktis kian mendesak, penggunaan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) masih dianggap sebagai solusi agar pemilu bisa berjalan lebih baik: lebih cepat, mudah, murah, dan terutama menghemat waktu.
Penggunaan teknologi dalam pemilu secara umum dapat dipilah menjadi teknologi pemungutan suara elektronik (e-voting) dan rekapitulasi perolehan suara elektronik (e-recap, rekapitulasi elektronik).
Namun penggunaan tersebut mestinya didasari pertimbangan holistik, antisipatif terhadap dampak yang mungkin muncul, dan disertai jaminan transparansi dan kepastian etik, kepastian privasi, inklusivitas, dan terutama memberikan keyakinan terkait akurasi hasil dan dapat dipercaya.
Pada tahun 2010, Mahkamah Konstitusi saat memutuskan permohonan uji materi pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diajukan Bupati Jembrana I Gede Winasa bersama 20 kepala dusun di Kabupaten Jembrana, menyatakan memperbolehkan pemilu dengan metode electronic voting (e-voting) atau pemungutan suara menggunakan teknologi informasi dengan sejumlah syarat.
Metode e-voting diperbolehkan asal memenuhi sejumlah syarat secara kumulatif, antara lain tidak melanggar asas langsung umum bebas rahasia (luber), jujur, dan adil dan juga daerah yang menetapkan metode ini sudah siap, baik dari sisi teknologi, pembiayaan, sumberdaya manusia, perangkat lunaknya, dan kesiapan masyarakat.
Siap-tidaknya sebuah daerah tentu menjadi pertimbangan yang tidak bisa dinafikan. Tidak terbantahkan bahwa kompleksitas pemilu di Indonesia begitu tinggi; bukan hanya karena beberapa level pemilihan yang dilakukan berbarengan, tetapi juga kondisi geografis Indonesia yang begitu beragam dan menantang.
Tidak bisa disangkal bahwa e-voting dianggap lebih mutakhir, lebih cepat, dan bisa lebih efisien. Namun tidak bisa pula ditampik bahwa pentingnya kerahasiaan dan keamanan juga harus menjadi bahan pertimbangan penting.
Percepatan perolehan hasil bisa tidak akan berarti andaikan aspek kerahasiaan dan keamanan tidak terpenuhi, terutama menghadapi gelombang kesalingtidakpercayaan terhadap proses dan hasil pemilu yang muncul dari berbagai stakeholder.
Belum lagi keharusan untuk memutakhirkan perangkat yang digunakan yang menjadikan ketersediaan anggaran potensial menjadi isu tersendiri dari pemilu ke pemilu.
Kajian International IDEA (2011) menyebutkan sejumlah kelemahan mendasar jika e-voting diterapkan, semisalnya kurangnya transparansi, keterbatasan keterbukaan dan pe mahaman sistem bagi yang bukan ahlinya, dan juga potensi terlanggarnya kerahasiaan pemilihan, khususnya dalam sistem yang melakukan autentikasi pemilih maupun suara yang diberikan.
Risiko manipulasi oleh orang dalam dengan akses istimewa ke sistem atau oleh peretas dari luar; rasanya juga masih menjadi pertanyaan laten penerapan e-voting dalam pemilu, di Indonesia pada khususnya. Kerumitan sistem pemilu di Indonesia, khususnya untuk pemilu DPR/DPRD, juga harus menjadi pertimbangan tersendiri.
Karenanya, solusi yang lebih memungkinkan untuk dijalankan saat ini adalah penggunaan e-recap (rekapitulasi elektronik). Rekapitulasi elektronik ini diyakini akan sangat membantu kinerja para petugas penyelenggara pemilu sekaligus mempercepat proses penghitungan suara dibandingkan secara manual seperti yang dilakukan saat ini.
Prosedur yang dilakukan oleh KPU dengan Sistem Perhitungan Suara (Situng) sebenarnya merupakan embrio yang baik untuk mempercepat rekapitulasi. Rekapitulasi secara elektronik, sekalipun bukan merupakan acuan hasil resmi pemilu, sebenarnya sudah dilakukan oleh KPU pada Pemilu 2004, 2009, maupun 2014.
Benar bahwa ada pihak yang menyangsikan kesahihan Situng pada Pemilu 2019 lalu. Namun protes sedemikian justru menunjukkan sisi baik rekapitulasi secara elektronik, yaitu kemamputelusuran (traceability) hasil pemilu. Bisakah dibayangkan bagaimana menelusur jejak pemungutan suara di TPS jika metode e-voting yang dterapkan?
Dengan persiapan yang lebih baik, termasuk penyiapan perangkat hukum yang lebih kuat memayunginya, niscaya teknologi ini bisa diandalkan untuk mempersingkat waktu penghitungan hasil dengan tetap memastikan transparansi untuk pemilu yang jujur dan adil.