JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) kembali digugat di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kali ini, penggugat adalah dua orang advokat bernama Martinus Butarbutar dan Risof Mario.
Dalam sidang pendahuluan yang digelar di MK, Rabu (18/12/2019), penggugat menyampaikan isi permohonan uji materi mereka yang banyak menyoal tentang keberadaan Dewan Pengawas KPK.
"Di dalam undang-undang itu tidak ada yang namanya Dewan Pengawas KPK, dewan pengawas itu ya KPK itu sendiri ternyata," kata Martinus yang dalam permohonan ini juga bertindak sebagai kuasa hukum saat sidang pembacaan permohonan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu.
Baca juga: Albertina Ho, Artidjo, hingga Ruki Diusulkan Jadi Dewan Pengawas KPK
Argumen Martinus itu berdasarkan Pasal 21 Ayat 1 huruf a UU KPK. Di situ disebutkan bahwa KPK terdiri dari dewan pengawas yang berjumlah lima orang, pimpinan KPK yang terdiri dari lima orang anggota KPK, dan pegawai KPK.
Kemudian, dalam Pasal 12 Ayat 1, disebutkan tentang kewenangan KPK melalukan penyadapan yang kemudian diatur dalam Pasal 12B bahwa penyadapan dapat dilaksanakan setelah mendapatkan izin tertulis dari dewan pengawas.
Menurut Martinus, keberadaan pasal-pasal berarti memposisikan KPK meminta izin penyadapan pada diri sendiri karena tubuh KPK salah satunya terdiri dari Dewan Pengawas.
Oleh karenanya, Martinus menilai, keberadaan dewan pengawas tidaklah jelas.
"Artinya KPK mengawasi diri sendiri? Sungguh aneh UU KPK oleh hal tersebut. Siapakah dan apakah sesungguhnya dewan pengawas secara hukum dalam UU KPK ini," ujar Martinus.
Menanggapi permohonan uji materi itu, Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta pemohon memperjelas alasan mereka menyoal dewan pengawas.
Sebab, menurut Arief, pemohon dalam berkas permohonannya belum menjelaskan secara komprehensif alasan mereka menggugat UU KPK.
Malahan, Arief menilai, pemohon tidak hanya mempermasalahkan pembentukan dewan pengawas, tetapi juga pimpinan dan anggota KPK itu sendiri.
"Sekarang saudara, kalau begitu apakah selama ini Anda meragukan atau mempersoalkan pengisian keanggotaan atau pimpinan KPK yang lima orang itu caranya bagaimana? Caranya kan dibentuk oleh presiden," ujar Arief.
"Maka saya berkesimpulan permohonan saudara itu kabur, enggak jelas. Oleh karena itu perlu diperbaiki secara menyeluruh, komprehensif," ujar dia.
Baca juga: ICW: Siapapun Dewan Pengawas yang ditunjuk Presiden, KPK Sudah Mati Suri
Pemohon selanjutnya diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki berkas permohonan mereka, terhitung sejak sidang pendahuluan digelar.
Gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK tidak hanya sekali dilayangkan ke Mahkamah Konstituai (MK).
Berdasarkan catatan berkas permohonan yang diresgitrasi di portal MK, sudah ada 9 gugatan terhadap UU tersebut.
Gugatan itu, ada yang menyoal materil, ada yang mempermasalahkan persoalan formil, ada pula yang menyoal keduanya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.