Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harapan Korban Pelanggaran HAM Masa Lalu, Pengungkapan Kebenaran dan Pengadilan

Kompas.com - 10/12/2019, 10:36 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perwakilan keluarga dan korban dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu beraudiensi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Senin (9/12/2019).

Mereka meminta pemerintah untuk mengungkap kebenaran terkait pelanggaran HAM masa lalu.

Salah seorang keluarga korban kasus pelanggaran HAM pada peristiwa Tanjung Priok, Syahar Banu, mengatakan hingga saat ini pemerintah belum memberikan hak atas pengungkapan kebenaran.

Padahal, menurut dia, apa yang terjadi pada 1984 silam di Tanjung Priok perlu disampaikan untuk menghindari peristiwa serupa kembali terjadi.

"Memang proses hukumnya sudah. Tetapi ada hak yang paling kami inginkan untuk diungkapkan, yakni pengungkapan kebenaran," ujar Syahar di Kantor Komnas HAM, Jl Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat.

Baca juga: Keluarga Korban Pelanggaran HAM Berharap RI Tak Jadi Negara Impunitas

 

Lewat peristiwa ini, lanjut Syahar, masyarakat perlu tahu bahwa isu radikalisme dan makar yang mengemuka saat ini sudah pernah terjadi sebelumnya.

"Jadi pengungkapan ini penting supaya tidak terjadi lagi peristiwa seperti Tanjung Priok. Ke depannya bisa jadi catatan sejarah untuk generasi selanjutnya," tutur dia.

Selain itu, Syahar juga ingin mengingatkan kembali bahwa tugas Komnas HAM sebaiknya tidak berhenti setelah peradilan kasus Tanjung Priok selesai.

Ia mengungkapkan, masih ada ganjalan mengenai penyelesaian peristiwa tersebut.

"Walau bagaimana pun, proses hukum peristiwa ini ada, kejadian dan korbannya ada. Tetapi tidak ditemukan siapa (sebenarnya) pelakunya, siapa aktornya," tambahnya.

Baca juga: Komnas HAM Sebut Pelanggaran HAM Berat dan Konflik Agraria Jadi PR Pemerintah

 

Kepastian hukum dan pengadilan

Sementara itu, korban pelanggaran HAM Peristiwa 1965, Bedjo Untung mendesak Komnas HAM untuk mau mendorong pemerintah memberikan kepastian peradilan atas kasus ini.

Bedjo menolak keras anggapan bahwa kasus genosida 1965 kekurangan bukti.

Pasalnya, kata Bedjo, dia dan beberapa korban lain telah menyampaikan laporan kepada Komnas HAM perihal pembunuhan massal yang pernah terjadi.

"Kami sudah lapor ke komnas HAM ada 346 titik kuburan massal. Itu bisa jadi bukti. Jadi enggak benar Kalau enggak ada alat bukti," tutur Bedjo.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com