Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPAI Minta Nadiem Makarim Perhatikan Tingginya Kekerasan di Sekolah

Kompas.com - 30/10/2019, 16:36 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memperhatikan tingginya kekerasan terhadap anak di sekolah.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, sepanjang Januari hingga Oktober 2019, pihaknya mencatat ada 127 kasus kekerasan di sekolah.

Kasus-kasus tersebut dihimpun, baik dari pengaduan, pengawasan langsung maupun melalui media massa.

"Kekerasan pendidikan masih banyak. Jadi jangan hanya fokus bagaimana menyiapkan anak setelah lulus untuk kerja. Tapi bagaimana dia mau kerja kalau kecanduan gadget, pelaku kekerasan, masa depan kayak apa SDM yang menurut Pak Jokowi harus unggul?" ujar Retno di Kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2019).

Baca juga: Cegah Kekerasan di Sekolah, Anies Akan Bentuk Gugus Tugas

KPAI mencatat, kekerasan yang diterima anak-anak tersebut terbagi atas kekerasan seksual dan kekerasan fisik.

Dari 17 kasus kekerasan seksual di sekolah, 11 kasus di antaranya terjadi di jenjang SD. Sementara SMP hanya terdapat 4 kasus dan SMA terdapat 2 kasus.

Adapun, untuk kasus kekerasan fisik, KPAI memantau 21 kasus.

Pelakunya rata-rata adalah kepala sekolah dan guru ke peserta didik yang mencapai 8 kasus, siswa ke guru 2 kasus, serta orang tua ke siswa dan guru 2 kasus.

Termasuk juga pelaku kekerasan siswa ke siswa lainnya dan kekerasan guru kepada peserta didik, masing-masing 8 kasus.

"Dalam UU Perlindungan Anak Pasal 54, memang salah satunya, anak harus dilindungi di sekolah dari berbagai kekerasan. Tapi pelaku kekerasan sendiri bisa guru bisa sekolah padahal itu harusnya yang melindungi anak-anak. Ini yang menjadi fokus kami," kata Retno.

Baca juga: Anies Susun Pergub untuk Cegah Kekerasan di Sekolah

Oleh karena itu, pihaknya pun menyarankan Nadiem untuk memprioritaskan tingginya angka kekerasan di bidang pendidikan tersebut.

Apalagi, selama ini sudah ada Peraturan Mendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan. Tetapi, penerapannya tidak dilaksanakan.

Tidak hanya itu, KPAI juga meminta Mendikbud untuk mengembalikan roh pendidikan yang digunakan Ki Hajar Dewantara sebagaimana yang diterapkan dalam pendidikan di Indonesia saat ini.

"Jangan sampai anak-anak punya skill bagus, tapi tidak punya kehalusan nurani," pungkas dia.

 

Kompas TV Belakangan ini terjadi tawuran di sejumlah daerah. Pada Selasa, 29 Oktober 2019 tawuran pecah di Manggarai, Jakarta Selatan. Tawuran ini menyebabkan anggota kepolisian terluka juga menyebabkan terganggunya perjalanan KRL di Manggarai. Lalu, di Makassar pada 28 Oktober 2019 juga terjadi tawuran. Dua kelompok mahasiswa UNM bentrok. Mengapa sering terjadi tawuran di Indonesia? Sosiolog Universitas Airlangga, Bagong Suyanto menjelaskan hal ini bisa disebabkan karena faktor warisan sebelumnya dan subkultur sok jagoan di kalangan masyarakat marginal. Alasan lainnya warga atau pelajar ingin mendapat pengakuan dari orang lain dengan melakukan tawuran. Yuk, kita redam tawuran dengan menjaga toleransi dan persatuan! #tawuran #manggarai #makassar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com