JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat, sebanyak 51 orang tewas terkait unjuk rasa sepanjang 2019 atau sejak Januari hingga 22 Oktober 2019.
Dari jumlah itu, 44 orang meninggal tanpa diketahui penyebabnya. Itu lantaran aparat keamanan maupun pemerintah tidak menyampaikan keterangan resmi terkait tewasnya ke-44 orang itu.
"Dari keseluruhan, hanya tujuh orang saja yang jelas infonya meninggal kenapa, 44 lainnya tidak ada info resmi. Dalam konteks HAM, ini sebenarnya sangat bahaya," kata Ketua bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur di Kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (27/10/2019).
Baca juga: YLBHI: Kepolisian Paling Banyak Melanggar Hak Menyampaikan Pendapat
Isnur mengatakan, YLBHI mencatat, dari jumlah 51, sebanyak 33 orang meninggal di Wamena, Papua.
Namun, tidak ada penjelasan dari aparat penyebab dan alasan meninggalnya mereka.
Kemudian di Jayapura pada saat aksi yang sama, kata dia, ada 4 orang yang meninggal dunia.
"Tidak ada penjelasan resmi kenapa meninggalnya, tapi keluarga menemukan luka tembak," kata dia.
Sementara di Kendari, kata Isnur, ada dua orang mahasiswa yang meninggal saat aksi "Reformasi Dikorupsi" berlangsung.
Namun pihak kepolisian tidak memberikan informasi resmi penyebab kematian mereka. Hanya ada keterangan dokter yang menyatakan bahwa korban meninggal akibat luka tembak.
"Di Jakarta ada tiga orang, keterangan polisi berubah-ubah, kematiannya karena apa tidak jelas. Tapi rata-rata luka dan keluarga mempertanyakan," kata dia.
Kemudian dari data Komnas HAM, pada aksi Mei lalu terdapat 9 orang meninggal dunia.
Baca juga: YLBHI: 6.128 Orang Jadi Korban Pelanggaran Kebebasan Berpendapat
Sebanyak empat orang di antaranya meninggal karena luka tembak, satu orang kehabisan napas karena gas air mata, dan empat lainnya tak ada informasi resmi.
YLBHI sendiri melakukan pemantauan bersama 16 LBH yang ada di Indonesia untuk mengumpulkan data-data tersebut.
Hasilnya, sebanyak 6.128 orang menjadi korban pelanggaran hak berpendapat di muka umum dan pelakunya kebanyakan adalah aparat kepolisian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.