Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Jokowi dan DPR Buka Ruang Dialog dengan Mahasiswa...

Kompas.com - 26/09/2019, 09:57 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Demonstrasi besar-besaran yang dilakukan mahasiswa di depan Gedung DPR menunjukkan besarnya penolakan masyarakat terhadap sejumlah rancangan undang-undang (RUU) serta berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai tak sejalan dengan keinginan publik.

Demonstrasi tersebut merupakan akumulasi kemarahan publik kepada Pemerintah dan DPR yang enggan mendengar aspirasi mereka.

Ini dimulai sejak pemilihan calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Alih-alih mendengar aspirasi masyarakat, Presiden Joko Widodo dan DPR kompak meloloskan nama capim yang bermasalah secara etik. Presiden yang diwanti-wanti agar tak meneruskan nama Irjen Firli Bahuri ke DPR tetap melakukannya.

Baca juga: LBH Terima 50 Pengaduan, Ada Mahasiswa yang Hilang

Padahal, Firli disebut pernah melanggar kode etik KPK saat bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB). Saat itu KPK tengah menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont Nusa Tenggara yang melibatkan Pemprov NTB.

Hingga akhirnya Komisi III DPR pun kompak memilih Firli sebagai Ketua KPK.

Kemarahan publik ditambah dengan revisi Undang-Undang KPK yang mengebiri kewenangan lembaga antirasuah tersebut.

Faktor lain adalah upaya pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai mengancam kebebasan berekspresi dan terlalu mengurusi ranah privat.

Baca juga: RKUHP Dirombak Ulang? Menkumham Bilang No Way!

Upaya Ketua DPR

Pada Selasa (24/9/2019), kemarahan tersebut pecah menjadi kerusuhan lantaran pimpinan DPR tak segera menemui mahasiswa yang berdemonstrasi di depan gedung parlemen.

Pemerintah dan DPR dinilai gagal membuka ruang dialog dengan mahasiswa untuk mencegah terjadinya kerusuhan.

Menanggapi kerusuhan tersebut, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengaku berupaya berdialog dengan mahasiswa sebelum pecah kerusuhan.

Namun, hal tersebut batal lantaran ia harus memimpin rapat paripurna terlebih dahulu. Saat hendak bertemu mahasiswa, kerusuhan sudah pecah.

"Kemarin karena Rapat Paripurna DPR RI baru selesai sore hari sekitar pukul 16.00 WIB, serta adanya tembakan gas air mata dan situasi yang tidak memungkinan, saya tidak jadi bertemu langsung kawan kawan mahasiswa," ujar Bambang melalui rilis tertulis, Rabu (25/9/2019).

Baca juga: Selasa Kemarin, Ketika Mahasiswa Demonstran dan Ketua DPR Nyaris Bertemu...

Sejumlah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia berunjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Aksi demonstrasi di DPR kembali digelar hari ini sebagai bentuk penolakan segala upaya pelemahan terhadap pemberantasan korupsi serta mendesak pemerintah dan DPR mencabut UU KPK yang sudah disahkan.ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA Sejumlah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia berunjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Aksi demonstrasi di DPR kembali digelar hari ini sebagai bentuk penolakan segala upaya pelemahan terhadap pemberantasan korupsi serta mendesak pemerintah dan DPR mencabut UU KPK yang sudah disahkan.
Buka ruang dialog

Sementara itu, menanggapi hal yang sama, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta DPR dan pemerintah membuka ruang dialog kepada publik sebelum menetapkan RKUHP.

Hal itu merupakan respons Kalla melihat masifnya penolakan RKUHP hingga berujung pada demonstrasi yang ricuh.

"Memang UU itu kan dibutuhkan juga public hearing atau pandangan publik tentang hal itu dan segera diharapkan berjalan," ujar Kalla melalui rekaman video resmi Sekretariat Wakil Presiden, Rabu (25/9/2019).

Namun, Kalla mengingatkan, RKUHP sangat penting bagi sistem hukum di Indonesia.

Sebab, selama ini Indonesia menggunakan KUHP buatan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di era penjajahan.

Baca juga: Penolakan RKUHP Masif, Wapres Minta DPR dan Pemerintah Dialog dengan Publik

Menurut Kalla, banyak hukum yang sudah tak relevan jika terus menggunakan KUHP buatan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda itu. Karena itu, ia berharap, pemerintah dan DPR bisa segera mengesahkan KUHP baru.

"Karena ini UU yang sangat penting seperti KUHP yang sudah lebih dari 100 tahun, 60 tahun, jadi tentu banyak kemajuan. Kejahatan-kejahatan, contohnya kejahatan siber, dulu belum ada, atau kejahatan mengenai teknologi. Oleh karena itu, harus diperbarui," ujar Kalla.

"Ada beberapa pasal yang orang anggap, masyarakat anggap itu kurang pas, soal perzinahan tentu banyak orang berbeda pendapat. Tapi nanti DPR dan pemerintah mengkaji untuk pandangan itu bagaimana," kata dia.

Tak asal tuding

Pemerintah selama ini dinilai tidak pernah membuka ruang dialog dengan mahasiswa. Sebaliknya, pemerintah malah menuding bahwa gerakan mahasiswa ditunggangi kepentingan politik.

Salah satunya yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Hal ini disayangkan putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid.

Ia meminta pemerintah tak asal munuduh mahasiswa yang seolah-olah aksi mereka ditunggangi pihak tertentu.

Baca juga: Menkumham Yasonna Laoly Tuding Aksi Mahasiswa Ditunggangi

Apa lagi tudingan tersebut seolah dihubung-hubungkan dengan ancaman terhadap pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober.

"Oleh karena itu saya mengimbau kepada pemerintah agar tidak menggunakan retorika yang bisa dianggap menyudutkan mereka seolah-olah mereka mudah ditunggangi, melaksanakan aksi-aksi karena ada motif politik tertentu, itu harus dihindari retorika seperti itu," ujar Yenny saat ditemui di Hotel Sari Pacific, Jakarta, Rabu (25/9/2019).

"Tentu yang kita utamankan sikap mau mendengarkan aspirasi yabg mereka suarakan. Baru dengan cara seperti itu mahasiswa dan pelajar bisa lebih reda lagi emosinya," tutur dia.

Baca juga: Yenny Wahid: Pemerintah Jangan Sudutkan Mahasiswa Seolah Aksinya Ditunggangi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com