JAKARTA, KOMPAS.com - Penanganan demonstran di depan Gedung DPR/MPR RI oleh kepolisian, Selasa (24/9/2019) kemarin, jadi sorotan.
Manajer Kampanye Ammesty International Puri Kencana Putri menilai, Polri menerapkan pola berbeda seperti ketika menangani pengunjuk rasa di depan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada 21-22 Mei 2019 lalu.
"Aksinya (penanganan polisi) cukup jomplang dengan aksi 21-23 Mei 2019. Standardnya beda," ujar Puri di Kantor LBH, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (25/9/2019).
Baca juga: Kronologi Mahasiswa Al Azhar Ditemukan dalam Kondisi Luka Serius Saat Demo di DPR
Ketika aksi di depan Bawaslu, polisi dinilai mampu lebih bersikap persuasif terhadap demonstran. Salah satunya dilakukan oleh Kepala Polres Jakarta Pusat Kombes (Pol) Hari Kurniawan.
Namun, pada demonstrasi menolak pengesahan RKUHP dan UU KPK hasil revisi, Selasa kemarin, polisi seolah tidak mengeluarkan wajah baiknya.
Kapolres tidak tampil dengan pengeras suaranya melontarkan kalimat persuasif. Ia tidak terlihat melakukan negosiasi kepada mahasiswa.
"Kapolres tidak mampu negosiasi kepada para demonstran yang ada dalam tiga mobil komando. Tidak ada ucapan persuasif yang dilakukan Kapolres Hari," kata dia.
Baca juga: Pelajar Ikut Demo, Kenapa Mereka Lebih Berani Dibanding Mahasiswa?
Sebaliknya, aparat menunjukkan wajah beringasnya. Mahasiswa dilempari gas air mata, dipukuli dan ditendang secara brutal. Bahkan, standard operasional prosedur penanganan massa tidak diindahkan.
Puri menjelaskan, polisi memiliki tingkat pendekatan pengamanan di dalam menangani demonstrasi.
Kode hijau untuk situasi aman, kuning untuk situasi yang memerlukan negosiasi serta merah bagi situasi yang memerlukan langkah represif.
"Jarak hijau ke merah, ketika demonstran batalkan siaran pers, eskalasi jadi memburuk, Kapolres Hari langsung ambil langkah warna merah. Apa ukuran Polres Jakarta Pusat ambil status warna merah sehingga ada aksi penyemprotan water canon dan gas air mata?" kata dia.
Baca juga: Polisi kepada Massa Demo Pelajar: Kalau Mau Bela Rakyat Jangan Tutup Jalan
Diberitakan, demonstrasi mahasiswa, elemen buruh serta pegiat antikorupsi menolak RKUHP dan UU KPK hasil revisi di depan Gedung DPR/MPR, Selasa kemarin, berakhir rusuh.
Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) Gatot Eddy Pramono menyebut bahwa 94 demonstran ditangkap atas peristiwa itu.
"Ada yang bawa bom molotov dan sekarang kami proses periksa. Kami pilah-pilah dari mana mereka, apakah dari mahasiswa, masyarakat atau dari pihak-pihak lain masih kami dalami," kata Gatot di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu.
Sementara itu, Rumah Sakit Pertamina (RSPP) menyebut, menerima 90 orang demonstran yang menjadi korban di dalam kerusuhan itu. Tiga di antaranya perlu perawatan lanjutan karena mengalami luka pada bagian kepala.
Baca juga: Faisal Amir Mahasiswa Al Azhar yang Demo di DPR dalam Keadaan Kritis
Tidak hanya Jakarta, aksi demonstrasi juga digelar di sejumlah kota di Indonesia. Antara lain di Bandung, Sumatera Selatan hingga Sulawesi Selatan.
Catatan kompas.com hingga Rabu dini hari, setidaknya 232 orang jadi korban dari aksi demonstrasi yang berlangsung di berbagai daerah itu.