JAKARTA, KOMPAS.com - Lili Pintauli Siregar ditetapkan sebagai salah satu pimpinan terpilih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023.
Ia menjadi satu-satunya perempuan di jajaran pimpinan baru KPK.
Latar belakangnya adalah advokat.
Lili merupakan mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) periode 2013-2018.
Tak lagi mengabdi di LPSK, Lili mengurus kantor konsultan hukum pribadinya.
Baru berjalan beberapa bulan, ia maju sebagai calon pimpinan KPK.
Baca juga: Lili Pantauli, Satu-satunya Capim Perempuan, Fokus Perlindungan Pimpinan-Pegawai KPK
Lili lahir di Tanjung Pandan, Bangka Belitung pada 9 Februari 1966.
Ia menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) pada 1991.
Setelah lulus, Lili Pintauli Siregar bekerja di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan sebagai asisten pembela umum.
Pekerjaannya adalah mendampingi kaum buruh tani dan nelayan di Kota Medan yang membutuhkan bantuan hukum.
Baca juga: Capim KPK Lili Pintauli: 10 Tahun Saya di LPSK, Hanya 13 Justice Collaborator Dilindungi
Selama memperjuangkan hak-hak dan keadilan untuk kaum tidak mampu, ia pernah dibayar dengan seikat kacang panjang, lima kilo tomat dan sepetak tanah tanpa surat kepemilikan.
Lili juga pernah aktif di sejumlah lembaga bantuan hukum dan kantor pengacara di Sumatera Utara.
Pada 1994, Lili Pintauli Siregar bergabung dan menjadi pemimpin sejumlah bidang di Pusat Bantuan dan Penyanderaan Hukum Indonesia (PUSKABUMI) Medan.
Lalu pada 1999-2002, Lili Pintauli Siregar diangkat menjadi direktur.
Baca juga: Capim KPK Lili Pintauli: Lindungi Pimpinan dan Pegawai, Perlu Kerja Sama dengan LPSK
Selain menjadi pembela hukum, Lili Pintauli Siregar juga memiliki pengalaman dalam hal monitoring dan evaluasi Proyek Peningkatan Pembangunan Desa Tertinggal (P3DT) Bappenas, di wilatah Tapanuli Utara, Dairi dan Sidikalang pada tahun 2000.
Kemudian pada tahun 2002-2004, Lili Pintauli Siregar aktif menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Medan.
Namanya mulai terkenal saat mendampingi mantan Kepala Bareskrim Komjen Susno Duadji yang divonis 3,5 tahun terkait korupsi di Polri kala itu.
Kemudian kasus korupsi tender wisma atlet dalam proyek SEA Games di Jaka Baring, Palembang yang merupakan kasus besar pada tahun 2012.
Baca juga: Jika Terpilih, Capim Ini Ingin Perbaiki Koordinasi KPK-LPSK terkait Perlindungan Saksi Korupsi
Hal ini sempat dipertanyakan Panitia Seleksi Capim KPK kepada Lili saat wawancara.
"Dari data riwayat hidup, Anda pernah menjadi pendamping terdakwa koruptor dalam konteks LPSK, bisa diceritakan?" tanya anggota Panitia Seleksi Capim KPK, Harkristuti Harkrisnowo.
"Ya, itu karena dia statusnya sebagai justice collaborator," kata Lili.
Diakui Lili, menjadi pembela saksi kejahatan bukan hal yang mudah.
Keselamatan dirinya dan keluarganya jadi taruhan karena kerap mendapat teror.
Dalam sesi uji publik, Lili menyampaikan kelemahan KPK yang perlu diperbaiki.
Baca juga: Komisi III DPR Pertanyakan Kinerja Komnas HAM, BNN, LPSK hingga BNPT
Ia bertekad memperbaiki nota kesepahaman antara KPK dengan LPSK terkait perlindungan saksi korupsi.
Menurut dia, kasus-kasus yang ditangani lembaga antirasuah kerap berpotensi mendapat ancaman bagi saksi, bahkan pegawai dan pimpinan KPK.
Tak lupa dengan lembaga tempatnya mengabdi, Lili Pintauli Siregar juga ingin memperbaiki hubungan LPSK dan KPK yang dianggap masih kaku.
Ia juga bertekad memperbaiki komunikasi KPK dan LPSK.
Menurutnya, komunikasi antarpimpinan kedua lembaga tersebut masih kaku.