JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) diminta untuk berkomitmen teguh pada substansi menyelamatkan KPK saat melakukan tugas menjaring para capimnya saat ini.
Pasalnya, saat ini pelemahan terhadap KPK dinilai semakin dilakukan secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi.
"Jadi harus aware dengan upaya-upaya pelemahan KPK. Sejarah pelemahan KPK, semakin lama semakin silent," ujar pengamat politik Jeirry Sumampow di acara Formappi, Matraman, Jakarta Barat, Minggu (1/9/2019).
Jeirry mencontohkan, saat polemik Cicak Vs Buaya terjadi pada 2009 lalu, publik mengetahui masalah tersebut. Isunya pun besar dan publik berpihak kepada KPK.
Polemik soal Cicak Vs Buaya itu bermula untuk kali pertama karena pernyataan Susno Duadji yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri berpangkat Komisaris Jenderal.
Baca juga: PP Muhammadiyah Nilai Ada Upaya Pelemahan KPK di Balik Pemilihan Capim
Pernyataan tersebut merupakan pemantik konfrontasi, setelah KPK dituduh melakukan penyadapan terhadap telepon Susno Duadji yang terindikasi dengan isu penerimaan uang sebesar Rp 10 miliar terkait kasus Bank Century.
KPK diibaratkan oleh Susno sebagai cicak, dan polisi diibaratkan sebagai buaya.
Akan tetapi, menurut Jeirry, kondisinya jauh berbeda saat ini. Pelemahan KPK dilakukan melalui "dalam" dan berasal dari internal KPK.
Pelemahan terhadap KPK dengan cara ini dinilai Jeirry lebih berbahaya karena dilakukan secara diam-diam, tanpa pengawasan publik.
"Kalau dia (pelemahan) masuk lewat birokrasi dan penyidik KPK, orang tidak tahu. Menurut saya sekarang ini sudah banyak," ucap Jeirry.
"Indikasinya bocornya rencana OTT (operasi tangkap tangan), bahkan sprindik (surat perintah penyidikan) keluar. Itu tidak mungkin terjadi kalau bukan orang dalam yang lakukan. Sebelumnya yang begini tidak ada," kata dia.
Baca juga: TII: Ada Beragam Bentuk Upaya Pelemahan Agenda Antikorupsi