JAKARTA, KOMPAS.com - Hari terakhir uji publik dan wawancara calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 telah dituntaskan Kamis (29/8/2019) di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta.
Selain memaparkan program-program antikorupsi, acara itu juga dipakai oleh sebagian dari enam kandidat, yang kemarin ikut uji publik dan wawancara, untuk mengklarifikasi yang perlu diperbaiki.
Enam calon yang kemarin mengikuti uji publik dan wawancara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Sekretariat Kabinet Roby Arya, PNS Kementerian Keuangan Sigit Danang Joyo, perwira Polri Sri Handayani, jaksa Sugeng Purnomo, pegawai KPK Sujanarko, dan jaksa Supardi.
Baca juga: Pelaporan 3 Pegiat Antikorupsi, Diduga Imbas Pengawalan Seleksi Capim KPK
Setiap calon mendapatkan waktu 60 menit untuk menjawab pertanyaan dari Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK dan dua panelis yang ditunjuk pansel.
Kedua panelis itu adalah advokat Luhut Pangaribuan dan sosiolog Universitas Indonesia, Meuthia Ganie Rochman.
Dalam acara ini, Sujanarko, misalnya, mengusulkan adanya penerapan amnesti terhadap penyelesaian kasus korupsi yang sudah lama. Hal itu bertujuan untuk pengembalian aset negara.
Baca juga: Jokowi Diminta Tunjukkan Sinyal Keberpihakan ke Publik Terkait Seleksi Capim KPK
Diketahui, Sujanarko merupakan Direktur Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi KPK saat ini.
Ia mengakui, secara umum kinerja KPK periode 2015-2019 memang mengkhawatirkan. Dirinya menyebutkan, sejak KPK berdiri tahun 2002, pimpinan terjebak dengan penanganan kasus masa lalu sehingga kinerja KPK terhambat.
"KPK memang dari jilid satu sampai hari ini, itu terjebak dengan penganan kasus masa lalu. Jangan harapkan kasus-kasus lama itu punya potensi adanya pengembalian aset, itu jauh dari panggang. Sehingga, saya mengusulkan adanya amnesti," jawab Sujanarko.
Baca juga: Capim KPK Sebut OTT KPK Marak karena Personel Penindakan Lebih Banyak
Menurutnya, pemerintah bisa menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait amnesti kasus korupsi masa lalu dengan tujuan pengembalian aset.
Guna melaksanakan amnesti itu, seperti diungkapkan Sujanarko, tergantung dari kemauan politik pemerintah.
Apalagi, lanjutnya, pengembalian aset selama komisi antirasuah berdiri hingga kini, pengembalian aset masih rendah.
Jawaban Sujanarko pun ditanggapi Ketua Pansel, Yenti Garnasih. Ia mempertanyakan penerapan amnesti tersebut.
Baca juga: Pansel ke Capim KPK: Sudah Bosan Jadi Jaksa?
"Soal amnesti untuk kasus yang terlalu lama, sulit, dan tidak optimal, yang dimaksud amnesti itu bagaimana ya?" tanya Yenti.
"Ini sebetulnya bukan pengampunan murni, tapi kira-kira pidana bisa ditunda penuntutannya dengan dia membayar ganti rugi. Misalnya, yang disangkakan diduga merugikan negara Rp 1 triliun. Namun, dengan amnesti, dia bisar bayar Rp 2 triliun, jadi Rp 1 triliun itu adalah kerugiannya, sedangkan Rp 1 triliun lagi pernyataan insyafnya," jelasnya.
Sementara itu, Sigit Danang Joyo, mendukung pengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) Perampasan Aset.
Menurut Sigit, undang-undang semacam itu bisa mengoptimalkan upaya pemberantasan korupsi.
Baca juga: Pansel Serahkan 10 Nama Capim KPK ke Presiden pada 2 September
RUU Perampasan Aset, lanjutnya, bakal berdampak positif bagi pengembalian keuangan negara.
Sigit yang saat ini menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Bantuan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, mengaku, kerap menemukan rekening bermasalah yang tidak jelas siapa pemiliknya.
Daripada harta dalam rekening tersebut didiamkan, kata Sigit, akan lebih baik jika dikembalikan ke negara.
"Sekarang mau diapakan harta seperti ini? Apa didiamkan saja? Maka yang paling baik adalah yang seperti ini kemudian diambil untuk negara," kata dia.
Baca juga: Capim KPK Ini Jawab Tuduhan Terlibat Penggelapan Kayu Gelondongan
Meskipun semangat dari aturan perampasan aset ini sudah tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2013, menurut Sigit, ada baiknya aturan itu tertuang di dalam sebuah undang-undang, bukan hanya sebatas Perma.
"Kalau mau diperkuat lagi dengan UU Perampasan Aset saya kira oke," lanjut Sigit.
Berbeda dengan Sujanarko dan Sigit, capim lainnya, Roby Arya memiliki program yang berbeda.
Baca juga: Dilaporkan ke Polisi, Adnan Topan Duga untuk Ganggu ICW Kawal Seleksi Capim KPK
PNS Sekretariat Kabinet ini justru akan membuat KPK tidak lagi memiliki wewenang untuk menyilidiki korupsi di kepolisian dan kejaksaan.
Menurutnya, kewenangan lembaga antirasuah yang bisa menyelidiki kasus korupsi membuat adanya konflik antara KPK dan Polri.
"Karena KPK bisa menyelidiki korupsi di kepolisian, maka yang terjadi peristiwa cicak vs buaya jilid satu sampai tiga. Itu terjadi karena KPK merangsek ke Polri, coba amati saja, begitu dirangsek, maka ada fight back," ungkapnya kemudian.
Baca juga: KPK Didorong Buka Rekam Jejak Capim
Untuk itu, ia menyarankan agar kasus korupsi yang ada di kepolisian maupun kejaksaan, dilimpahkan ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Jika KPK tidak punya kewenangan, lanjutnya, dan dilimpahkan kasus yang melibatkan kepolisian dan kejaksaan ke Kompolnas, maka hubungan antarlembaga aparat penegak hukum akan harmonis.
"Kalau KPK tidak punya kewenangan dan diserahkan ke Kompolnas, maka akan harmonis lembaga-lembaga itu," pungkasnya.
Baca juga: Ada Capim Kritik OTT, Ini Kata Jubir KPK
Menanggapi jawaban Roby, salah satu anggota pansel, Al Araf mengkritik bahwa melimpahkan kasus korupsi di kepolisian dan kejaksaan ke Kompolnas tidak akan menyelesaikan masalah.
Menurut Al Araf, Kompolnas juga berpotensi akan mendapatkan serangan balik dari kepolisian dan kejaksaan jika menyelidiki kasus korupsi di dua lembaga tersebut.
"Kompolnas bayangan Pak Roby kan independen dan diperkuat. Lalu ketika Kompolnas menangani korupsi di kepolisian, terjadi lagi benturan antara Kompolnas dan polisi. Apakah kita nanti akan melemparkan kewenanganya?" tanya Al Araf.
Baca juga: Capim KPK Ini Usul Amnesti Koruptor untuk Pengembalian Aset Negara
Menurutnya, melimpahkan korupsi di kepolisian dan kejaksaan bukanlah solusi.
"Menurut saya, melimpahkan ke Kompolnas bukan solusi, menurut saya ya. Secara empirik, hanya memindahkan konflik, tetap saja konflik akan ada, hanya pergeseran saja," kata Al Araf.
Klarifikasi
Sri Handayani, yang juga Kepala Biro Perawatan Personel Staf Sumber Daya Manusia (Karowatpers SSDM) Polri, mengklarifikasi terkait kepemilikan rumah mewah miliknya yang terletak di Solo, Jawa Tengah.
"Di sini di dilaporkan punya rumah mewah di Lor in Residence, Adisutjipto, Solo. Bisa dijelaskan seberapa mewah rumah ibu dan bagaimana mendapatkannya?" tanya anggota pansel Marcus Priyo Gunarto.
Baca juga: Bonus Atlet untuk Beli Rumah Mewah, Ini Prestasi Capim KPK Sri Handayani
Menurut Sri, mewah atau tidak adalah suatu hal yang relatif sehingga ia tak bisa merincikan definisi mewah dari kondisi rumah yang ia miliki.
"Rumah yang saya dapat itu adalah kredit, namun perlu diketahui bapak, bahwa saya sebelum saya masuk polisi itu saya atlet nasional dan pemegang rekor 400 gawang," tegas mantan Wakapolda Kalimantan Barat 2018 ini.
Sejak masih di tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), lanjutnya, ia sudah menjadi atlet nasional dan memegang sejumlah rekor.
Baca juga: Sibuk, Pansel Tak Bisa Temui KPK Bahas Rekam Jejak Capim
Namun, ia tidak merinci apa saja rekornya itu.
"Bicara soal atlet nasional tentu di situ ada bonus yang saya dapat. Mulai dari SMP sampai dengan polisi saya masih atlet nasional," ungkapnya.
"Bonus-bonus itu yang saya dapat. Tapi saya tidak hobi menabung saat jadi atlet. Baru menabung saat jadi polisi," sambungnya.
Di sisi lain, Ia menyebutkan memiliki pengalaman yang panjang di kepolisian. Namun, tak banyak uang yang bisa tabungkan.
"Boleh dilihat ke PPATK. Tabungan-tabungan itu memang seperti itu," ungkapnya.
Baca juga: Dilaporkan ke Polisi, Jubir KPK Duga karena Kawal Seleksi Capim KPK
Gaji yang ia dapat saat berkarier di kepolisian, kata Sri, tidak banyak yang ia tabungkan karena langsung digunakan untuk membeli tanah-tanah di beberapa lokasi. Uang itu pula yang saat ini dibelikan rumah di Lor in Residence, Solo.
"itu saya kumpulkan dan saya kadang-kadang ada jual beli tanah yang murah karena duit selalu siap saya beli sehingga itu lah harta kekayaan saya itu yang saya dapat dari tabungan-tabungan semenjak saya jadi atlit sampai jadi polisi," kata dia.
"Mungkin tabungan saya ada itu semenjak sudah gaji masuk ATM. Sebelum itu tidak ada tabungan, bapak bisa mengecek itu," ungkapnya dengan terbata-bata.