Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dinamika Uji Publik Capim KPK, Perdebatan Ide hingga Klarifikasi Rumah Mewah

Kompas.com - 30/08/2019, 08:55 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hari terakhir uji publik dan wawancara calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 telah dituntaskan Kamis (29/8/2019) di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta.

Selain memaparkan program-program antikorupsi, acara itu juga dipakai oleh sebagian dari enam kandidat, yang kemarin ikut uji publik dan wawancara, untuk mengklarifikasi yang perlu diperbaiki.

Enam calon yang kemarin mengikuti uji publik dan wawancara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Sekretariat Kabinet Roby Arya, PNS Kementerian Keuangan Sigit Danang Joyo, perwira Polri Sri Handayani, jaksa Sugeng Purnomo, pegawai KPK Sujanarko, dan jaksa Supardi.

Baca juga: Pelaporan 3 Pegiat Antikorupsi, Diduga Imbas Pengawalan Seleksi Capim KPK

Setiap calon mendapatkan waktu 60 menit untuk menjawab pertanyaan dari Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK dan dua panelis yang ditunjuk pansel.

Kedua panelis itu adalah advokat Luhut Pangaribuan dan sosiolog Universitas Indonesia, Meuthia Ganie Rochman.

Dalam acara ini, Sujanarko, misalnya, mengusulkan adanya penerapan amnesti terhadap penyelesaian kasus korupsi yang sudah lama. Hal itu bertujuan untuk pengembalian aset negara.

Baca juga: Jokowi Diminta Tunjukkan Sinyal Keberpihakan ke Publik Terkait Seleksi Capim KPK

Diketahui, Sujanarko merupakan Direktur Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi KPK saat ini.

Ia mengakui, secara umum kinerja KPK periode 2015-2019 memang mengkhawatirkan. Dirinya menyebutkan, sejak KPK berdiri tahun 2002, pimpinan terjebak dengan penanganan kasus masa lalu sehingga kinerja KPK terhambat.

"KPK memang dari jilid satu sampai hari ini, itu terjebak dengan penganan kasus masa lalu. Jangan harapkan kasus-kasus lama itu punya potensi adanya pengembalian aset, itu jauh dari panggang. Sehingga, saya mengusulkan adanya amnesti," jawab Sujanarko.

Baca juga: Capim KPK Sebut OTT KPK Marak karena Personel Penindakan Lebih Banyak

Menurutnya, pemerintah bisa menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait amnesti kasus korupsi masa lalu dengan tujuan pengembalian aset.

Guna melaksanakan amnesti itu, seperti diungkapkan Sujanarko, tergantung dari kemauan politik pemerintah.

Apalagi, lanjutnya, pengembalian aset selama komisi antirasuah berdiri hingga kini, pengembalian aset masih rendah.

Jawaban Sujanarko pun ditanggapi Ketua Pansel, Yenti Garnasih. Ia mempertanyakan penerapan amnesti tersebut.

Baca juga: Pansel ke Capim KPK: Sudah Bosan Jadi Jaksa?

"Soal amnesti untuk kasus yang terlalu lama, sulit, dan tidak optimal, yang dimaksud amnesti itu bagaimana ya?" tanya Yenti.

"Ini sebetulnya bukan pengampunan murni, tapi kira-kira pidana bisa ditunda penuntutannya dengan dia membayar ganti rugi. Misalnya, yang disangkakan diduga merugikan negara Rp 1 triliun. Namun, dengan amnesti, dia bisar bayar Rp 2 triliun, jadi Rp 1 triliun itu adalah kerugiannya, sedangkan Rp 1 triliun lagi pernyataan insyafnya," jelasnya.

Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (tengah) didampingi anggota pansel memimpin tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8/2019). Sebanyak 20 orang capim KPK mengikuti tes tersebut. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.ANTARA FOTO/Aprillio Akbar Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih (tengah) didampingi anggota pansel memimpin tes wawancara dan uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023 di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8/2019). Sebanyak 20 orang capim KPK mengikuti tes tersebut. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.

Sementara itu, Sigit Danang Joyo, mendukung pengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) Perampasan Aset.

Menurut Sigit, undang-undang semacam itu bisa mengoptimalkan upaya pemberantasan korupsi.

Baca juga: Pansel Serahkan 10 Nama Capim KPK ke Presiden pada 2 September

RUU Perampasan Aset, lanjutnya, bakal berdampak positif bagi pengembalian keuangan negara.

Sigit yang saat ini menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Bantuan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, mengaku, kerap menemukan rekening bermasalah yang tidak jelas siapa pemiliknya.

Daripada harta dalam rekening tersebut didiamkan, kata Sigit, akan lebih baik jika dikembalikan ke negara.

"Sekarang mau diapakan harta seperti ini? Apa didiamkan saja? Maka yang paling baik adalah yang seperti ini kemudian diambil untuk negara," kata dia.

Baca juga: Capim KPK Ini Jawab Tuduhan Terlibat Penggelapan Kayu Gelondongan

Meskipun semangat dari aturan perampasan aset ini sudah tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2013, menurut Sigit, ada baiknya aturan itu tertuang di dalam sebuah undang-undang, bukan hanya sebatas Perma.

"Kalau mau diperkuat lagi dengan UU Perampasan Aset saya kira oke," lanjut Sigit.

Berbeda dengan Sujanarko dan Sigit, capim lainnya, Roby Arya memiliki program yang berbeda.

Baca juga: Dilaporkan ke Polisi, Adnan Topan Duga untuk Ganggu ICW Kawal Seleksi Capim KPK

PNS Sekretariat Kabinet ini justru akan membuat KPK tidak lagi memiliki wewenang untuk menyilidiki korupsi di kepolisian dan kejaksaan.

Menurutnya, kewenangan lembaga antirasuah yang bisa menyelidiki kasus korupsi membuat adanya konflik antara KPK dan Polri.

"Karena KPK bisa menyelidiki korupsi di kepolisian, maka yang terjadi peristiwa cicak vs buaya jilid satu sampai tiga. Itu terjadi karena KPK merangsek ke Polri, coba amati saja, begitu dirangsek, maka ada fight back," ungkapnya kemudian.

Baca juga: KPK Didorong Buka Rekam Jejak Capim

Untuk itu, ia menyarankan agar kasus korupsi yang ada di kepolisian maupun kejaksaan, dilimpahkan ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

Jika KPK tidak punya kewenangan, lanjutnya, dan dilimpahkan kasus yang melibatkan kepolisian dan kejaksaan ke Kompolnas, maka hubungan antarlembaga aparat penegak hukum akan harmonis.

"Kalau KPK tidak punya kewenangan dan diserahkan ke Kompolnas, maka akan harmonis lembaga-lembaga itu," pungkasnya.

Baca juga: Ada Capim Kritik OTT, Ini Kata Jubir KPK

Menanggapi jawaban Roby, salah satu anggota pansel, Al Araf mengkritik bahwa melimpahkan kasus korupsi di kepolisian dan kejaksaan ke Kompolnas tidak akan menyelesaikan masalah.

Menurut Al Araf, Kompolnas juga berpotensi akan mendapatkan serangan balik dari kepolisian dan kejaksaan jika menyelidiki kasus korupsi di dua lembaga tersebut.

"Kompolnas bayangan Pak Roby kan independen dan diperkuat. Lalu ketika Kompolnas menangani korupsi di kepolisian, terjadi lagi benturan antara Kompolnas dan polisi. Apakah kita nanti akan melemparkan kewenanganya?" tanya Al Araf.

Baca juga: Capim KPK Ini Usul Amnesti Koruptor untuk Pengembalian Aset Negara

Menurutnya, melimpahkan korupsi di kepolisian dan kejaksaan bukanlah solusi.

"Menurut saya, melimpahkan ke Kompolnas bukan solusi, menurut saya ya. Secara empirik, hanya memindahkan konflik, tetap saja konflik akan ada, hanya pergeseran saja," kata Al Araf.

Klarifikasi

Sri Handayani, yang juga Kepala Biro Perawatan Personel Staf Sumber Daya Manusia (Karowatpers SSDM) Polri, mengklarifikasi terkait kepemilikan rumah mewah miliknya yang terletak di Solo, Jawa Tengah.

"Di sini di dilaporkan punya rumah mewah di Lor in Residence, Adisutjipto, Solo. Bisa dijelaskan seberapa mewah rumah ibu dan bagaimana mendapatkannya?" tanya anggota pansel Marcus Priyo Gunarto.

Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 sesuai tes wawancara dan uji publik di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2019). KOMPAS.com/CHRISTOFORUS RISTIANTO Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 sesuai tes wawancara dan uji publik di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2019).

Baca juga: Bonus Atlet untuk Beli Rumah Mewah, Ini Prestasi Capim KPK Sri Handayani

Menurut Sri, mewah atau tidak adalah suatu hal yang relatif sehingga ia tak bisa merincikan definisi mewah dari kondisi rumah yang ia miliki.

"Rumah yang saya dapat itu adalah kredit, namun perlu diketahui bapak, bahwa saya sebelum saya masuk polisi itu saya atlet nasional dan pemegang rekor 400 gawang," tegas mantan Wakapolda Kalimantan Barat 2018 ini.

Sejak masih di tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), lanjutnya, ia sudah menjadi atlet nasional dan memegang sejumlah rekor.

Baca juga: Sibuk, Pansel Tak Bisa Temui KPK Bahas Rekam Jejak Capim

Namun, ia tidak merinci apa saja rekornya itu.

"Bicara soal atlet nasional tentu di situ ada bonus yang saya dapat. Mulai dari SMP sampai dengan polisi saya masih atlet nasional," ungkapnya.

"Bonus-bonus itu yang saya dapat. Tapi saya tidak hobi menabung saat jadi atlet. Baru menabung saat jadi polisi," sambungnya.

Di sisi lain, Ia menyebutkan memiliki pengalaman yang panjang di kepolisian. Namun, tak banyak uang yang bisa tabungkan.

"Boleh dilihat ke PPATK. Tabungan-tabungan itu memang seperti itu," ungkapnya.

Baca juga: Dilaporkan ke Polisi, Jubir KPK Duga karena Kawal Seleksi Capim KPK

Gaji yang ia dapat saat berkarier di kepolisian, kata Sri, tidak banyak yang ia tabungkan karena langsung digunakan untuk membeli tanah-tanah di beberapa lokasi. Uang itu pula yang saat ini dibelikan rumah di Lor in Residence, Solo.

"itu saya kumpulkan dan saya kadang-kadang ada jual beli tanah yang murah karena duit selalu siap saya beli sehingga itu lah harta kekayaan saya itu yang saya dapat dari tabungan-tabungan semenjak saya jadi atlit sampai jadi polisi," kata dia.

"Mungkin tabungan saya ada itu semenjak sudah gaji masuk ATM. Sebelum itu tidak ada tabungan, bapak bisa mengecek itu," ungkapnya dengan terbata-bata.

Kompas TV Sebanyak 6 calon pimpinan kpk mengikuti uji publik, sebagai penentu ke tahap selanjutnya. Ini adalah seleksi terakhir sebelum panitia seleksi menentukan 10 nama, untuk diserahkan ke presiden.<br /> <br /> Usai tes kepada capim KPK seluruhnya selesai, panitia seleksi akan menyerahkan nama yang lolos ke Presiden Jokowi pada 2 September nanti. Ketua pansel capim KPK, Yenti Garnasih juga menjawab soal sejumlah kritik dan saran kepada pansel. Ia meminta publik memercayakan sepenuhnya proses seleksi ini kepada panitia seleksi.<br /> <!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br /> <!--[endif]-->
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com