Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pramoedya Ananta Toer dan Bumi Manusia, Perlawanan dari Dalam Penjara

Kompas.com - 12/08/2019, 06:00 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi

Cinta Minke dan Annelies harus berhadapan dengan kolonialisme kala itu. Pribumi, termasuk gundik Belanda, terasing di tanahnya sendiri.

Perlawanan sebaik-baiknya dilakukan Minke dan Nyai Ontosoroh, namun mereka akhirnya tetap kalah dengan hukum kolonial yang berlaku kala itu.

"Feodalisme dalam pemahaman Pram di karya-karyanya itu yang sebetulnya menghambat perkembangan. Karena orang tidak bisa berpikir terbuka, tidak bisa bicara apa adanya, harus selalu berpikir di dalam kerangka hierarki, bahkan mengamini hal yang tidak baik atas nama ketaatan terhadap atasan dan seterusnya," kata Fay.

Imajinasi Indonesia

Untuk memahami nasionalisme, peneliti Universitas Cornell, Benedict Anderson mengusulkan konsep "imagined community". Bangsa tak tercipta begitu saja dari langit, tapi lahir dari imajinasi orang-orangnya akan kolektivitas.

Pram yang bersahabat baik dengan Anderson, sudah lebih dulu menghadirkan imajinasi akan bangsa Indonesia lewat cerita-ceritanya.

Dalam Bumi Manusia, misalnya, Pram mengkritik sekat-sekat yang menghalangi manusia akan kebebasannya menentukan nasibnya sendiri.

"Dia kan melihat bagaimana cintanya itu berhadapan dengan tembok-tembok pemisah yang dilihatkan lewat kolonialisme. Sebagai seorang pemuda yang jatuh cinta, dia berjuang meruntuhkan tembok-tembok itu," kata Fay.

Perasaan yang sama dirasakan tokoh-tokoh Pram lainnya. Mereka semua dipertemukan lewat kesamaan imajinasi akan hidup yang lebih baik dan adil.

Jika Revolusi Perancis membuang seluruh tatanan kolonial, di Indonesia, kolonialisme meninggalkan warisan. Warisan itu menjadi masalah bagi Indonesia hari ini. Mulai dari sistem hukum hingga rasisme.

"Pertanyaannya yang kemudian tersisa, kalau begitu bagaimana cara kita berhadapan dengan sisa-sisa kolonialisme sampai hari ini? Apa yang harus dilakukan? Sampai di mana batas toleransi terhadap hal-hal negatif dari warisan feodal itu? Itu problematik yang saya kira dalam novelnya Pram melalui interaksi tokoh-tokohnya itu tergambar betul," ujar Fay.

Namun, jika seluruh persoalan ini terlalu berat bagi Anda yang baru mengenal Pram, Fay menganjurkan Anda memulai dari karya Pram favoritnya, Cerita dari Jakarta. Kumpulan cerpen itu menawarkan kritik yang jenaka, sinis, dan ironis.

"Pram bisa bermain-main dengan realitas yang pahit, menertawakan nasib sendri," ujar Fay.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com