JAKARTA, KOMPAS.com - Baiq Nuril Maknun akhirnya bebas usai Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemberian amnesti kepadanya.
Dengan terbitnya amnesti ini, maka Nuril yang sebelumnya divonis Mahkamah Agung (MA) melanggar UU ITE pada tingkat kasasi, bebas dari jerat hukum.
Keppres tersebut baru saja ditandatangani oleh Presiden pada Senin (29/7/2019) kemarin.
Baca juga: Pengacara Baiq Nuril: Pertama Kali Amnesti Diberikan Atas Nama Kemanusiaan
Kuasa Hukum Baiq Nuril, Yan Mangandar Putra, menyatakan, amnesti yang diberikan Presiden Joko Widodo kepada kliennya menjadi tonggak sejarah dalam sistem hukum Indonesia.
Pasalnya, baru kali ini amnesti diberikan atas pertimbangan kemanusiaan.
Biasanya, amnesti diberikan dalam kasus politik. Contohnya seperti amnesti dan abolisi yang diberikan kepada para mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Baca juga: Pengacara Sebut Baiq Nuril Akan Datangi Setneg, Minta Salinan Keppres Amnesti
Pemberian amnesti oleh Presiden Jokowi memerlukan jalan yang panjang nan penuh perjuangan bagi Nuril. Berikut kronologis perjuangan Nuril mendapatkan amnesti.
Agustus 2012
Nuril merupakan guru honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pada tahun ini, Nuril menerima telepon kepala sekolahnya bernama Muslim.
Muslim menceritakan pengalaman seksualnya dengan seorang perempuan yang juga dikenal Nuril. Merasa itu sebagai pelecehan, Nuril merekamnya.
Desember 2014 - Januari 2015
Seorang rekan Nuril bernama Imam Mudawim menyalin rekaman pembicaraan. Setelah disalin, rekaman menyebar luas hingga sampai pada Pengawas SMAN 7 Mataram dari Dinas Dikpora Mataram.
Baca juga: Baiq Nuril Dapat Amnesti Presiden, Penggalangan Donasi di Kitabisa.com Ditutup
Nuril dan Imam kemudian dipanggil Kepala Dinas Dikpora Mataram yang berujung pada pemecatan Nuril oleh Muslim. Adapun Muslim dimutasi menjadi Kepala Seksi Dinas Dikpora Mataram.
17 Maret 2015
Muslim melaporkan Nuril ke Polres Mataram dengan Pasal 27 Ayat 1 UU ITE juncto Pasal 45 UU ITE. Nomor laporanya LP/K/216/2015/Polres Mataram.
Mediasi antara Muslim dan Nuril untuk damai dilakukan. Namun hal itu tidak berhasil lantaran Muslim meminta jabatanya sebagai kepala sekolah dikembalikan dulu, baru laporanya tidak dilanjutkan.
27 Maret 2017
Nuril pun dipanggil penyidik Polres Mataram dan langsung ditahan dengan dijerat Pasal 27 Ayat (1) jo Pasal 45 Ayat (1) UU ITE. Nuril mendapatkan tuduhan dugaan tindak pidana mentransmisikan rekaman elektronik yang bermuatan kesusilaan.
Baca juga: Jokowi Teken Keppres Amnesti, Baiq Nuril Bebas
12 April 2017
Penahanan Nuril oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejakasaan Negeri Mataram sejak 12 April 2017-1 Mei 2017.
4 Mei 2017
Sidang perdana kasus di Pengadilan Negeri Mataram dengan agenda pembacaan surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum.
27 Juli 2017
Ketua Majelis Hakim PN Mataram NTB Albertus Husada menyatakan Nuril tidak terbukti bersalah melanggar Pasal 27 Ayat (1) UU ITE.
Kendati demikian, Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung.
Baca juga: Mensesneg: Keppres Amnesti Baiq Nuril Diteken Presiden Senin Hari Ini
26 September 2018
Mahkamah Agung memutuskan Nuril bersalah. Petikan Putusan Kasasi Nomor 574K/Pid.Sus/2018 yang baru diterima 9 November menyatakan Nuril telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) UU ITE oleh MA.
Dalam putusan itu, Nuril juga terancam pidana penjara 6 bulan serta denda Rp 500 juta. Apabila pidana denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
19 November-Desember 2018
Presiden Jokowi ikut bersimpati kepada Nuril. Namun demikian, ia tidak bisa mengintervensi proses hukum. Ia mendukung Nuril mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Di sisi lain, muncul gerakan #SaveIbuNuril dan gerakan koin untuk Nuril.
Baca juga: Jokowi Teken Keppres Amnesti, Pengacara Baiq Nuril Doakan Presiden Tetap Sehat
Januari 2019
Nuril mengajukan PK melalui mencari novum (bukti baru) dari kasusnya. Nuril mengajukan Permohonan PK terhadap putusan MA, Nomor 574K/PID.SUS/2018 tanggal 26 September 2018, Jo putusan Pengadilan Negeri Mataram, Nomor 265/Pos.Sus/2017/PN Mtr tanggal 26 Juli 2017.
Ia berharap hukumanya bebas dari jerat pidana pada tingkat peninjauan kembali PK tersebut.
4 Juli 2019
MA menolak menolak PK yang diajukan Nuril dan kuasa hukumnya pada 3 Januari 2019.
"Sudah putus. Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali (PK) pemohon/terpidana Baiq Nuril yang mengajukan PK ke MA dengan nomor 83 PK/Pid.Sus/2019," ujar juru bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/7/2019).
Baca juga: Jaksa Agung Berharap Kasus Baiq Nuril Jadi Pelajaran, Jangan Pencet Dulu Baru Mikir
Putusan ini memperkuat vonis di tingkat kasasi yang menghukum Baiq Nuril enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsidier tiga bulan kurungan.
MA menilai Baiq pantas menerima ganjaran kurungan karena telah merekam percakapan mesum Kepala SMAN 7 Mataram, Haji Muslim. Perbuatan Baiq dinilai membuat keluarga besar H Muslim malu.
Majelis hakim dalam sidang PK Baiq Nuril, yang diketuai Suhadi dan beranggotakan Margono dan Desnayeti, tak membenarkan dalil Baiq soal adanya kekhilafan hakim MA dalam putusannya di tingkat kasasi.
Baca juga: Kuasa Hukum Baiq Nuril Dorong Revisi UU ITE
Menurut majelis hakim, putusan di tingkat kasasi sudah tepat.
"Alasan permohonan PK, pemohon yang mendalilkan bahwa dalam putusan judex juris atau MA dalam tingkat kasasi mengandung muatan kekhilafan hakim atau kekeliruan, yang nyata tidak dapat dibenarkan," kata Andi.
"Karena putusan judex juris tersebut sudah tepat dan benar dalam pertimbangan hukumnya," ucapnya. MA sebelumnya lewat putusan kasasi.
8 Juli 2019
Baiq Nuril menemui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Senin (8/7/2019).
Baca juga: Berkaca dari Kasus Baiq Nuril, RUU PKS Dinilai Mesti Segera Disahkan
Nuril datang menemui Yasonna dampingi kuasa hukumnya, Joko Jumadi, dan anggota DPR dari Fraksi PDI-P Rieke Dyah Pitaloka. Joko mengatakan, pertemuan itu membahas wacana amnesti yang ingin diajukan Nuril kepada Presiden Joko Widodo.
Yassona Laoly mengatakan, pihaknya akan menyiapkan pendapat hukum kepada Presiden Joko Widodo terkait wacana pemberian amnesti kepada Baiq Nuril.
15 Juli 2019
Presiden Joko Widodo memberikan surat kepada DPR berisi permintaan pertimbangan permohonan amnesti untuk Nuril.
Baca juga: Ini Alasan DPR Setujui Amnesti Baiq Nuril
Surat tersebut diunggah oleh anggota DPR Rieke Diah Pitaloka di akun Instagramnya. Dari unggahan tersebut, diketahui bahwa Presiden menilai hukuman yang dijatuhkan pada Baiq Nuril menuai simpati dan solidaritas yang luas di masyarakat.
Pada intinya, masyarakat berpendapat bahwa pemidanaan terhadap Baiq Nuril bertentangan dengan rasa keadilan yang berkembang di masyarakat.
Mengingat sudah tidak ada lagi upaya hukum yang dapat dilakukan Baiq Nuril, Presiden Jokowi pun mengharapkan kesediaan DPR untuk memberikan pertimbangan atas rencana pemberian amnesti.
25 Juli 2019
DPR menyetujui pertimbangan pemberian amnesti kepada Nuril yang diajukan oleh Presiden Jokowi.
Baca juga: Koalisi Save Ibu Nuril Kini Nantikan Amnesti untuk Baiq Nuril dari Jokowi
Dalam rapat paripurna, semua perwakilan fraksi menyetujui pemberian amnesti atas surat yang dikirimkan Presiden Jokowi pada 15 Juli 2019.
Semua perwakilan fraksi menyatakan setuju atas laporan pertimbangan pemberian amnesti yang dibacakan oleh Wakil Ketua Komisi III Erma Ranik.
29 Juli 2019
Presiden Jokowi menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemberian amnesti bagi Baiq Nuril Maknun.
Baca juga: Reaksi Baiq Nuril Saat DPR Setujui Pemberian Amnesti
Dengan terbitnya amnesti ini, maka Nuril yang sebelumnya divonis Mahkamah Agung (MA) melanggar UU ITE pada tingkat kasasi, bebas dari jerat hukum.
“Tadi pagi Keppres untuk Ibu Baiq Nuril sudah saya tanda tangani. Jadi, silakan Ibu Baiq Nuril kalau mau diambil di Istana silakan. Kapan saja sudah bisa diambil,” ujar Presiden di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (29/7/2019).