Akankah fenomena "satria piningit" seperti Jokowi akan terulang, dari yang sebelumnya tidak masuk radar bursa calon gubernur DKI Jakarta, tiba-tiba mencuat dan meroket dengan cepat?
Yang mungkin terlewatkan dari perhatian publik adalah tahun depan, tahun 2020 akan ada pilkada serentak di 270 daerah seluruh Indonesia.
Terbetik berita bahwa Gerindra membuka peluang berkoalisi dengan PDI-P untuk maju dalam Pilkada Sumatera Barat 2020. Kedua partai besar ini sangat menyadari bahwa Sumatera Barat adalah lumbung suara signifikan untuk pilpres.
Kemudian, yang paling menarik dicermati adalah Pilkada Surakarta. Sudah ada dua partai politik yang bersiap mengusung Gibran Rakabuming, putra sulung Jokowi, maju menjadi calon wali kota Solo tahun depan. Dua partai politik itu adalah Demokrat dan PKS.
Cukup mengagetkan melihat manuver PKS, partai yang selama ini cukup bertentangan dengan pemerintah, serta merta berancang-ancang mengusung Gibran. Jelas tapi tak terpaparkan melalui kata-kata maksud dan tujuan PKS.
Kalau Demokrat memang jelas harus berpikir strategis untuk lima tahun ke depan termasuk di sela-sela perhelatan politik dalam lima tahun ke depan ini, berbagai pilkada di berbagai daerah.
Akankah Gibran maju sebagai calon wali kota Solo untuk Pilkada 2020? Jika ya dan jika menang, akankah mengulangi menyusuri rute yang sama dengan Jokowi untuk kemudian maju 2022 di DKI dan 2024 di nasional?
Saat ini memang sangat terlalu dini untuk menebak. Tetapi yang jelas, seluruh partai politik akan menapaki "rute" yang sama, yaitu Pilkada 2020, Pilkada DKI Jakarta 2022, dan Pilpres 2024.
Dalam pidato Jokowi di Sentul pada 14 Juli 2019, berulang kali ditekankan bahwa dalam periode kedua ini, Jokowi tidak memiliki beban politik dan akan secara maksimal dengan segala daya upaya untuk Indonesia. Pidato ini dirangkum dalam Visi Indonesia.
Salah satu poin utama Visi Indonesia adalah membangun sumber daya manusia dan menuntaskan revolusi mental yang merupakan janji politik Jokowi sejak 2014.
Yang tidak kalah penting adalah bangkitnya semangat nasionalisme dan perlawanan nasional terhadap maraknya paham-paham yang ingin mengganti Pancasila yang semakin mengkhawatirkan merasuk ke seluruh lini masyarakat.
Menyebut dua contoh terbaru adalah wacana (atau sudah?) akan digantikannya rok menjadi celana panjang untuk pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) dalam perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus di Istana Negara dan satu lagi heboh-heboh diblokirnya kanal Kimi Hime yang dinilai terlalu vulgar.
Dimulai dengan hal-hal seperti ini, kemudian akan meluas ke hal-hal lain yang biasanya akan dikaitkan dengan ajaran agama.
Perlawanan secara budaya muncul diawali dengan Selasa Berkebaya yang ingin mengembalikan identitas busana nasional serta perlawanan masyarakat ratusan ribu penandatangan petisi pembubaran Front Pembela Islam (FPI).
Ditambah beberapa hari belakangan semakin santer kemungkinan pembubaran FPI oleh pemerintah jika dinilai tidak sejalan dengan haluan negara.
Jika memang FPI jadi dibubarkan, bisa jadi Pilkada DKI Jakarta 2022 akan jauh berkurang panasnya sentimen etnis dan agama seperti 2017 kemarin.
God bless Indonesia, bukan indonestan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.