Beban bagi Jokowi
Kendati demikian, penambahan parpol yang bergabung ke koalisi pendukung justru dinilai akan membebani Jokowi dan pemerintahan lima tahun ke depan.
Pengamat komunikasi politik CSIS, Arya Fernandes berpendapat, akan ada dua blok di internal koalisi Jokowi, yakni parpol pendukung yang sudah lama berdiri di barisan mereka, dan blok pendatang yang disambut oleh Megawati dan Jokowi.
"Ini tentu tidak menguntungkan bagi Jokowi karena akan kesulitan bernegosiasi dengan dua blok ini yang mungkin saja permintaannya banyak," ujar Arya kepada Kompas.com, Kamis (25/7/2019).
Menurut Arya, lumrah jika partai pendukung Jokowi merasa tak nyaman jika kedatangan personel baru. Sebab, merekalah yang sejak awal berada di belakang Jokowi.
Bisa jadi muncul kekhawatiran bahwa jika ada partai oposisi yang bergabung, akan berpengaruh pada pembagian posisi strategis.
Baca juga: Pengamat: Menambah Porsi Koalisi Akan Menjadi Beban bagi Jokowi
Tak hanya itu, kata Arya, sejak awal Jokowi dan Prabowo membawa visi dan misi yang berbeda dalam mengelola pemerintahan. Program tersebut pun sudah dirancang matang sejak jauh hari.
Jika ada partai yang sebelumnya berada di sisi seberang kemudian merapat, harus ada program yang harus disesuaikan kedua pihak tersebut.
"Risiko politik kalau menerima partai baru di koalisi jauh lebih besar ketimbang dia tetap mempertahankan koalisi lama," kata Arya.
Arya menilai, tak ada kebutuhan khusus yang mendesak Jokowi untuk menggemukkan koalisinya.
Koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin telah memegang 60 persen kekuatan sehingga relatif aman. Justru, menurut Arya, koalisi gemuk memiliki risiko yang kurang baik, pun tak berpengaruh besar dalam hal kinerja legislasi pemerintah.
Sebagai contoh, dalam lima tahun pemerintahan Jokowi, ada 52 rancangan undang-undang yang diusulkan pemerintah dalam program legislasi nasional. Sementara yang disahkan DPR hanya enam RUU.
Itu pun tiga di antaranya merupakan RUU yang dibahas sejak periode pemerintahan sebelumnya.
Semestinya, kata Arya, dengan koalisi dominan di parlemen, partai koalisi Jokowi lebih punya kekuatan untuk merealisasikan RUU yang diajukan pemerintah.
"Mestinya kalau dukungan parlemen tinggi, pemerintah akan mudah mendorong kebijakan atau RUU tertentu. Artinya, koalisinya tidak efektif men-support RUU pemerintah," kata Arya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.