Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penasihat Hukum Anggap 2 Anggota Komisi B DPRD Kalteng Terjerat Korupsi karena Turuti Perintah Pimpinan

Kompas.com - 19/06/2019, 11:58 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua anggota Komisi B DPRD Kalimantan Tengah Edy Rosada dan Arisavanah dinilai terjerat kasus dugaan suap karena hanya mematuhi perintah pimpinan Komisi B.

Hal itu diungkapkan tim kuasa hukum keduanya saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (19/6/2019).

"Karena siapa pun anggota Komisi B yang menerima perintah dari Borak Milton (Ketua Komisi B) dan Punding Ladewiq H Bangkan (Sekretaris Komisi B) untuk bertemu perwakilan PT BAP (Binasawit Abadi Pratama) maka sudah pasti akan terkena operasi tangkap tangan KPK," kata salah satu anggota tim kuasa hukum Edy dan Arisavanah.

Baca juga: Terima Suap dari Pejabat Sinarmas, 2 Anggota DPRD Kalteng Dituntut 6 Tahun Penjara

Menurut penasihat hukum, Edy dan Arisavanah berada pada waktu dan tempat yang salah sehingga harus terjerat kasus dugaan suap. Mereka meyakini Edy dan Arisavanah tak bermaksud ikut melakukan tindakan yang melawan hukum.

"Tidak ada niatan dari Terdakwa I dan Terdakwa II untuk melakukan tindakan yang melawan hukum seperti yang didakwakan dan dituntut oleh saudara penuntut umum seperti saat ini," ujar penasihat hukum.

Menurut tim kuasa hukum, semua terjadi karena kepatuhan Edy dan Arisavanah mengikuti perintah Borak dan Punding tanpa menyadari konsekuensi yang akan dihadapi.

Baca juga: Cerita Pimpinan Komisi B DPRD Kalteng soal Bisik-bisik Pejabat PT BAP dan Ketua Komisi B

"Dalam fakta-fakta yang terungkap di persidangan terbukti bahwa terdakwa Edy Rosada dan terdakwa Arisavanah tidak pernah aktif dalam setiap pertemuan yang terjadi, tidak pernah menjanjikan kepada PT BAP, tidak pernah menhubungi PT BAP dan hanya melaksanakan perintah oleh Borak Milton dan Punding," ujar penasihat hukum.

Sehingga, tuntutan hukuman 6 tahun penjara dan denda 200 juta subsider 3 bulan kurungan dinilai sangat berat bagi Edy dan Arisavanah.

"Penderitaan mereka akan semakin banyak. Selama proses pembuktian telah diperoleh fakta bahwa para terdakwa tidak pernah menawarkan janji atau meminta sesuatu kepada PT BAP," katanya.

Oleh karena itu, tim penasihat hukum berharap kebijaksanaan majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta dalam membuat keputusan terhadap Edy dan Arisavanah.

Tuntutan KPK

Sebelumnya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut majelis hakim agar menjatuhi hukuman 6 tahun penjara terhadap Edy Rosada dan Arisavanah.

Keduanya juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Jaksa juga menuntut agar terhadap keduanya dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.

Baca juga: Pimpinan Komisi B DPRD Kalteng Anggap PT BAP Berani Beroperasi dan Menginjak-injak Masyarakat

Menurut jaksa, keduanya terbukti menerima Rp 240 juta dari tiga pejabat Sinarmas.

Pemberian uang itu diduga agar keduanya dan anggota Komisi B DPRD lainnya tidak melakukan rapat dengar pendapat terkait dugaan pencemaran limbah sawit di Danau Sembuluh, Seruyan, Kalteng.

Padahal, rapat itu sebagai salah satu fungsi pengawasan anggota dewan.

Baca juga: Pimpinan Komisi B DPRD Kalteng Mengaku Ditawari Uang Makan Usai Bertemu Perwakilan PT BAP

Kemudian, uang tersebut agar anggota DPRD tidak mempersoalkan masalah tidak adanya izin Hak Guna Usaha (HGU) dan tidak adanya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPH), serta belum ada plasma yang dilakukan oleh PT Binasawit Abadi Pratama (BAP).

Selain itu, uang tersebut juga diberikan agar anggota DPRD memberikan klarifikasi terhadap pemberitaan pencemaran limbah di media massa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com